tesss

lalu?

Report Acara Musikalisasi Puisi SDD

Wah.. gue lagi gak sempet nulis apa-apa. Juga report tentang acara kemarin. Tapi ternyata udah ada yg nulis kok. Silahkan berkunjung ke sini dan di sini :)

** duh blogger baru ini ada yang signifikan beda gak sih? gue belum sempet nih ngopreknya :(

SEGERA : Musikalisasi Puisi SDD

Ya, saya tahu ini mepet banget. Tapi anyway kayaknya saya sudah utang informasi ini, terutama buat orang-orang yang sudah sering nyasar dari search engine ke blog saya karena posting saya yang ini, ini, dan ini. :-)

NB:
Acara ini menurut informasi bukan launching kaset/ CD seperti yang pernah saya isukan dulu :-). Dan tempat katanya sangat terbatas, sehingga yang benar-benar berminat diharap menghubungi nomor telpon di bawah terlebih dahulu (untuk mendapatkan undangan).

Berikut detailnya :

Musikalisasi Puisi - Sapardi Djoko Damono

Rabu, 25 Juni 2003 (Pk. 19.00 - 21.00 WIB)
Warung Apresiasi - GOR bulungan, Jakarta Selatan

Acara :
Musikalisasi Puisi (Ari, Reda, Nana)
Pembacaan Puisi
Lelang Buku Sapardi Djoko Damono

Informasi dan konfirmasi :
Redaksi MataBaca
5483008, 5490666 ext. 4041-4043
Jakarta News FM
75816833 (Arum)


psst.. pengumuman ini bakal terhapus sendiri kalau acaranya sudah lewat... :D

info tambahan :

Buat yg gak bisa dateng / gak kebagian undangan, tapi pengen denger:
Acara ini akan disiarkan langsung di Radio Jakarta NewsFM -- 97,4 FM -- pada malam itu (25 juni), mulai jam 7 sampai 9.

D A !

"da!" begitu ia memanggilku
"da! daa!" mengalun suara itu

aku tersenyum
pura-pura tak mendengar
berharap ia memanggil kembali

"daa! daa!" teriak kecilnya

aku tersenyum
usai sudah penantianku
ujarku, "apa, sayang? bunda ada di sini"

"daa", teriak kecilnya
dan langkah kecilnya berlari menghampiriku

(Obin, yang udah bisa bilang 'da', belum 'bunda')

Penyesalan

mengutip lontar:

hmm... seandainya saja aku dulu begini....
barangkali kejadiannya akan lain. nggak seperti ini....

pernah nggak pada ngerasa seperti itu?


jawabannya:
tentu pernah, dong.
seperti beberapa hari terakhir ini,
pertanyaan sejenis mengelitik kembali

kenapa ya dulu mutusin kerja di tempat ini?
kenapa ya dulu ketika ada pilihan untuk A, malah memilih B?


tapi ayo, tak perlu berlama-lama menyesali diri
yang sudah terjadi, pasti terjadi dengan suatu tujuan
sebab segala sesuatu di semesta ini memiliki tujuan dan alasan
bahkan ia pun ada di balik kerlip bintang-bintang di atas sana

dan bila aku benar-benar percaya,
nanti pasti kan kutemukan kembali jalan itu :-)

Seorang Sahabat


Belum lama ini aku mengunjungi seorang sahabat lama. Di sana kutemui seorang wanita yang tak terlihat lagi tubuh bak modelnya. Seorang perempuan yang walaupun telah enam bulan lewat bersalin, masih terlihat kelebihan sekian kilo berat badan padanya. Namun di sana juga kutemui seorang ibu yang bahagia.

Hm… betapa waktu seakan telah terbang begitu cepat. Rasanya baru kemarin ketika kita curhat tentang kecengan atau pacar. Kini perbincangan di telepon adalah tentang anak yang susah buang air besar.

Sudah berapa lama ya? Tujuh belas tahun sudah kita saling kenal. Dua belas tahun yang lalu kita duduk satu kelas. Dan sebuah pengumuman 11 tahun yang lalu, yang meletakkan namaku persis di atas namamu, menggariskan hidup kita untuk seakan selalu bersama selama beberapa tahun kemudian.

[satu smp, satu sma, satu kelas, satu kampus, satu angkatan, satu jurusan, satu tempat kp, satu kelompok tugas akhir, satu kapling, sempat satu tempat kos, dan wah … kita juga sempat setengah tahun kerja di kantor yang sama. wehhh… apa gak bosan?]

Seingatku kita sebenarnya tidak selalu bersama-sama. Kau punya kesenangan sendiri. Aku pun punya kesenangan lain. Kau punya teman-teman lain. Aku pun juga. Kita tidak pula selalu menyenangkan bagi satu sama lain. Sekali waktu akumu, kau ingin sekali menampar mulutku yang asal bicara. Dan kau dengan ‘selalu aku - anak tunggal itu’ juga sering membuatku naik darah.

Tapi seperti sahabat, kita memang saling berbagi. Berbagi cerita dan gosip pasti. Berbagi air mata dan sedih. Berbagi kesenangan dan kegembiraan. Berbagi cemas, bingung, gelisah, dan marah. Berbagi pengaruh, yang baik juga yang buruk. Berbagi waktu mencari tempat sepi untuk berbagi sebungkus rokok. Berbagi keheningan ketika tak ada lagi yang perlu dibagi.

Hanya satu patah kata: thanks.

Apa Masalahmu?

Hari ini adalah hari ke dua kami berada di sini. Di suatu tempat di daerah yang sejuk, hijau, jauh dari keramaian kota. Kami bertiga-puluh-dua jumlahnya. Ditemani empat orang ibu yang memiliki wajah dan bicara yang sangat ramah.

Mulai kemarin sore, acara ini dimulai. Kami dibagi dalam empat kelompok secara acak, memilih tempat yang nyaman untuk duduk melingkar. Seorang ibu yang baik menemani kami. Katanya, yang kami perlukan hanyalah menceritakan diri kami masing-masing secara bergiliran dan menjadi pendengar yang baik ketika yang lain bercerita. [ya, walaupun kami telah satu tahun bersama hampir setiap hari, dari pagi hingga petang, sebenarnya kami tidak begitu dekat satu sama lain]

Aku kurang menyukai acara seperti ini. Bukan karena aku menganggap acara seperti ini tidak berguna, bukan. Hanya saja aku selalu bingung jika harus menceritakan tentang diriku. Apa yang bisa kuceritakan tentang aku. Diriku biasa-biasa saja. Hidupku datar, normal. Tidak ada yang menarik dari cerita hidupku. [Hidupku memang membosankan]

***

Hari ini adalah hari kedua. Siang ini kami duduk melingkar di lantai sebuah pendopo kecil. Angin semilir dan teduhnya pohon flamboyan di samping pendopo, membuat pendopo ini terasa nyaman walaupun matahari terik di luar sana.

Aku merasa lelah dan bosan duduk terus seperti ini. Acara tadi malam berlangsung hingga sangat larut. Dan pagi ini acara sudah dimulai kembali. Tadi pagi kami bergabung dengan kelompok lain, melakukan beberapa permainan, dan membicarakan konflik-konflik yang ada dalam kelompok besar. Saat ini kami dibagi lagi dalam kelompok kecil. Kembali diharapkan membuka diri masing-masing, membagi masalah pribadi yang dirasakan bisa mengganggu bagi perkembangan diri kami. [ah, apa lagi yang bisa kubagi, selain kenyataan bahwa diriku terlalu malas?]

Apa masalahmu? Temanku, si jenius, ditanya oleh seorang teman yang lain, mengapa ia sering sekali datang terlambat. Si jenius, dengan wajah serius tapi lucu, bercerita bahwa ia adalah seorang penghayal dan pemimpi yang hebat. Ia sering hanyut dalam mimpinya dan ini mengakibatkan ia sering terlambat bangun. Kalaupun ia terbangun, ia sering tergiur melanjutkan mimpinya dalam lamunan. [ah.. si jenius ini memang sungguh kocak]

Temanku - si gadis hitam manis - bercerita bahwa bapaknya baru dikhianati teman dalam berbisnis. Keluarga mereka akibatnya saat ini tengah dililit hutang yang sangat besar. Ia juga bercerita tentang ibunya yang kerap menyalahkan bapaknya yang mudah percaya pada orang lain. Temanku ini sedih, karena mungkin mereka harus melepaskan rumah mereka. Juga karena situasi di rumahnya yang tidak lagi damai. [siapa pernah sangka bahwa gadis hitam manis yang selalu siap menolong ini sedang dilanda masalah?]

***

Tiba-tiba gadis berkerudung temanku ikut berbicara. Seluruh pasang mata memandang dirinya. Suaranya lirih dan bergetar. Matanya menunduk. Tangan kanannya memainkan jemarinya, membuat gerakan seakan menulis di lantai, seakan gerakan itu akan mengumpulkan keberaniannya.

"Saya mempunyai masalah yang saya rasakan sangat menghambat diri saya." Gadis berkerudung itu terbata memulai ceritanya.

"Masalah yang sebenarnya sudah lama sekali terjadi." Katanya lagi sebelum terdiam kembali.

"Terjadi waktu saya masih sangat kecil." Suaranya sangat bergetar seperti hendak menangis.

"Sejak peristiwa itu saya tumbuh menjadi seorang yang pemalu, sangat berbeda dengan kakak dan adik-adik saya. Saya tidak berani berbicara dengan orang lain, apalagi di depan umum. Saya gemetaran bila harus bicara [ya, suaranya memang selalu bergetar]. Saya juga lemah dan mudah sakit." [ia waktu itu hampir pingsan ketika pulang naik kereta bersamaku]

Kami terdiam. Ibu yang baik akhirnya berkata, bertanya lebih tepatnya, "Sebenarnya apa yang telah terjadi?"

Gadis berkerudung itu tiba-tiba pecah tangisnya, "Saya tidak bisa bercerita tentang itu."

Dengan terisak dan suara yang bergetar, gadis berkerudung itu melanjutkan, "Saya masih sangat kecil waktu itu. Saya waktu itu bahkan tidak mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi pada diri saya. Apa yang telah dilakukan orang itu. Hanya saja saya merasakan itu adalah sesuatu yang amat salah, menakutkan, memalukan." Ia terdiam lagi.

"Saya sungguh tidak bisa bercerita tentang peristiwa itu. Tidak bisa. Maafkan saya" isak gadis berkerudung itu.

"Tidakkah ada seseorang yang tahu? Yang pernah kau ceritai?" tanya seorang temanku.

"Tidak seorang pun. Tidak pernah sekali pun saya menceritakannya ini pada seseorang. Tidak pada kedua orang-tua saya, tidak pula pada saudara-saudara saya. Mereka tidak pernah tahu apa yang pernah terjadi pada saya."

***

Kami kini benar-benar terdiam. Tidak tahu mesti berkata apa lagi. [Dan aku tiba-tiba merasa teramat malu karena telah menganggap hidupku yang normal ini membosankan]

Perubahan



Pada suatu perjalanan, seorang teman pernah bercerita. Ia bercerita tentang kisah cintanya yang kandas setelah sepuluh tahun lamanya.

Tidak benar kalau kami sudah tidak saling sayang lagi, katanya. Hanya saja kami makin lama makin seperti dua orang asing. Duniaku dan dunianya makin terasa berbeda. Mungkin jarak memang sedikit banyak berbengaruh pada hubungan kami. [Mereka memang beberapa tahun terakhir terpisah oleh jarak]. Aku sebenarnya tidak ingin menyalahkan jarak.

Ibuku punya perumpamaan yang bagus untuk menjelaskan apa yang terjadi pada kami, katanya lagi. Katanya, kami berdua adalah dua individu yang memang berbeda, bagaikan dua buah bentuk geometris yang berbeda. Misalkan aku segitiga dan ia adalah segi empat. Sepuluh tahun yang lalu pun kami sudah seperti itu. Tapi saat itu, ia adalah segi-empat yang cocok dengan segitigaku. Sesuai ukurannya, sesuai posisinya, sehingga kami pun merasa bisa saling berbagi ruang dan sudut.

Waktu pun berjalan, kami masing-masing harus berubah. Namun ternyata kami berubah ke arah yang berbeda, dengan kecepataan yang berbeda, dengan besaran yang berbeda. Lingkungan yang berbeda pun mungkin membuat perubahan itu makin ke arah yang berbeda. Tiba-tiba sepuluh tahun kemudian, aku masih segitiga dan ia masih segiempat. Namun kami bukan lagi dua bentuk yang bisa saling mengisi dan berbagi.

***

Cerita temanku itu sudah lebih dari tujuh tahun berlalu. Namun ada kesan khusus sehingga sampai kini pun aku masih mengingatnya. Mungkin karena kurasakan ada kebenaran pada perumpaman itu. Mungkin...