Tulisan Tanganku

oleh: sang pendongeng

Sudah larut malam. Entah kenapa aku belum bisa tidur.

Aku buka laci mejaku. Kuambil buku lusuh itu. Kamu belum pernah melihatnya. Sudah lama aku tidak menulis di dalamnya. Buat aku ini adalah diary-ku. Bukan buku diary bagus dan imut yang sering kamu lihat di toko buku. Cuma buku tulis murah, tebal, bergaris, dengan hard cover.

Tetapi dulu aku suka menulis di situ. Catatan-catatan gak penting. Uneg-uneg. Hal-hal senang dan sedih tentang aku dan kata-kataku. Tentang hari-hari susah dan hari-hari kemenangan.

Entah kenapa aku ingin menulis lagi di dalamnya setelah sekian lama. Lucu ya, di jaman seperti ini, orang sudah malas menulis tangan dibanding mengetik pada keyboard. Agenda, jurnal dan diary pun telah pindah ke dalam piringan magnetik hard disk, disket, memory PDA, dan server weblog sebagai catatan harian online, seperti punya kamu.

Entah kenapa aku ingin melihat lagi goresan tulisan tanganku yang jelek, tapi jujur. Goresan yang bahkan sudah mengucap kata tanpa harus merangkai huruf-hurufnya. Bahkan kadang aku tidak menulis dengan huruf, karena aku menggambar di dalamnya.

Iya, aku ingin menulis lagi di dalamnya setelah sekian lama. Mungkin karena ada gejolak debar tak beraturan dalam dadaku. Walaupun tidak banyak yang bisa kutulis, karena aku sudah tak mampu menterjemahkan rasa dalam urutan kata.

***

Aku ingin menulis malam ini. Di buku tulis lusuhku. Suatu saat bila aku tak mampu berkata-kata di depanmu, bisa kurobek bagian kecil pada halaman ini, dan kusampaikan padamu. Dan kamu bisa mendengar batinku bicara melalui goresan itu. Aku cuma ingin menulis, dan semoga kamu dengar, "aku kangen kamu".

***

(terimakasih buat pemilik perahu kertas)

Aku Suka Menulis

‘Aku ternyata suka menulis!’, kataku suatu hari pada seseorang.
[Aku mengatakannya seperti Archimedes berseru eureka!]

‘Aku menulis maka aku ada’, tulisku suatu hari.
[Aku berujar seperti layaknya Descartes berfilsafat cogito ergo sum]

Aku mengatakan itu semua bukan tanpa alasan, bukan tanpa proses.
Kalau diingat-ingat aku sudah menulis sejak dulu sekali.
SD menulis puisi
SMP menulis diary
SMA menulis catatan harian
Kuliah menulis jurnal harian
Sekarang menulis weblog
[Sebuah proses yang bagus bukan?]

Dari proses itu kutemukan ternyata menulis lebih kusuka dari banyak hal.
Seperti olahraga yang memang tak pernah bisa dan tak pernah suka.
Seperti menggambar yang dulu sebelum kuliah ngakunya suka.
Seperti matematika yang dulu suka, sebelum menjadi kalkulus.
Seperti menari yang baru belajar setelah tubuh terlanjur kaku.
Seperti bahasa asing yang lebih sering bikin lidah terbelit.
Seperti main musik yang uhhh kok susah banget.
Seperti main game yang lebih sering kalah.
Seperti memasak yang hmm malu ah…

Ya, kalau menulis aku suka.
Tapi ternyata masih ada yang aku jauh lebih suka:
A k u s u k a t i d u r !
[itu sebab blog ini jarang diupdate]

semu

maafkan aku
karena hadirku semu

maafkan aku
karena egoisku

Jangkrik

Beberapa hari yang lalu, sepulang makan siang, di emperan belakang gedung kantor terlihat ada orang menjual jangkrik mainan di dalam kotak-kotak kecil. Dalam satu kotak ada seekor jangkrik mainan seukuran jari, sekilas tampak seperti terbuat dari sejenis logam. Jangkrik itu mengeluarkan bunyi mengkerik persis seperti jangkrik sungguhan. krik krikk...

Sempat terlintas pikiran untuk iseng mampir dan membeli sebuah untuk Obin. Tapi tidak jadi. Namun sambil berjalan, masih terpikir juga jangkrik mainan itu. Sudah sedemikian langka kah suara jangkrik di kota ini? Begitu dirindukannya?

***

Tadi malam aku sedang duduk malas di ruang keluarga, berusaha menahan kantuk untuk menyelesaikan sebuah buku. Ibu tiba-tiba membuka pintu kamarnya. Ia keluar sebentar. Mengeluhkan bahwa ia tidak bisa tidur, karena suara jangkrik yang terdengar sangat berisik dari kamarnya. Tak lama kemudian ibu pun kembali masuk ke kamar.

Kutajamkan telinga. Ya, suara jangkrik di luar terdengar sangat ramai. Seolah ada sekawanan yang sedang bersaut-sautan. Tidak biasanya seramai ini.

Aku jadi tersenyum geli sendiri. Ibuku malam ini tidak bisa tidur karena suara jangkrik. Sementara pada saat yang sama, di suatu tempat entah di mana, mungkin ada seseorang yang tidak bisa tidur karena tiadanya suara jangkrik ini.

krikk.. krikk... krikk.. krik... :-)

week-end husband and wife

[suatu hari minggu, di kamar, lagi nemenin obin bobok siang]

hubby: yang, berapa tahun kita udah nikah?
gue: ehmm... [ngitung] hampir tiga tahun...
hubby: berapa lama sebenernya kita tidur bareng-bareng kayak gini?
gue: [nyengir] yah, kurang lebih sepertiganya.
hubby: hehehe... berarti kita efektif married baru satu tahun dong.
gue: hu-uh...

***
[suatu makan siang, di rumah seorang sahabat]

teman: trus, sekarang rencana ke depannya gimana? lima tahun lagi err.. dua tahun lagi deh?
gue: dua tahun lagi, ya masih kayak gini aja dulu.
teman: gak takut obin gak deket sama ayahnya?
gue: gak, lah... kan kalo ayahnya ke sini, giliran ayahnya yang ngajak main.
teman: atau gak takut obin nanyain gitu?
gue: obin rasanya malah udah nganggap itu yang normal. tapi yah, kita lihat aja nanti gimana.
teman: lu sendiri, gimana?
gue: hahaha.. i'm getting used to it. asik lho, sering ngerasa kangen. malah kadang-kadang gue berpikir kalau gue mendadak hidup seperti layaknya normal couple, whoa.... jangan-jangan gue bakal bosen setengah mati.
teman: [nyengir] dasar lu! ... [diam] ... tapi bener sih... bosen.
gue: nah, lho! gue gak ikut-ikutan... hihihi....

my justification:
if we're happy with the way we chose, why bother what others think about us ;-)

a bundle of thanks to my parents that always support our decision