On Work

Saya perhatikan, mood saya dalam bekerja, punya grafik naik dan turun yang cukup drastis. Biasanya, setelah selesai sebuah proyek yang cukup besar, mood langsung turun drastis. Apalagi kalau proyek berikutnya masih ada jeda waktu yang cukup lama.

Seperti sekarang...

Merapikan meja, sudah. Merevisi daftar pekerjaan berikut, yang ternyata panjang juga, sudah. Tapi masih aja belum bergerak maju. Procastinating aja terus... :p

Well, Obin lusa akan terima rapot (udah saatnya lagi? time does fly). Abis itu liburan.

Liburan?

Membaca Laskar Pelangi, Mengenang Sepenggal Masa Kecil

Tulisan ini sebenarnya sudah mulai saya tulis beberapa bulan yang lalu. Lama menggantung, baru sempat saya selesaikan dan posting sekarang. Bahasannya jauh lebih ringkas dari rencana semula.

cover
Judul buku : Laskar Pelangi
Pengarang : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang (2005)

Saya terlambat. Setelah beberapa kali sekilas melihat judul ini di beberapa blog, saya jadi tergoda untuk membacanya.

Short comment for this book: I like it. Alot.

Belum banyak (atau belum ada?) penulis Indonesia yang mengangkat topik sejenis ini: pengalaman masa kecil dan pendidikan.

Bukan bermaksud menyamakannya dengan karya-karya seperti Totto Chan (Tetsuko Kuroyanagi), Dua Belas Pasang Mata (novel, Sakae Tsuboi), atau Not One Less (movie, Zhang Yimou). Tentu saja berbeda. Tapi saya akui, membaca Laskar Pelangi mengingatkan saya pada karya-karya di atas: sama-sama memotret kehidupan anak-anak yang terpinggirkan (karena miskin ataupun karena ‘ berbeda’) dalam usaha untuk mendapatkan pendidikan. Tentang masa kecil yang bahagia. Juga tentang sosok guru yang luar biasa, yang mencerahkan, penuh pengorbanan, dan selalu membekas dalam ingatan anak didiknya.

---

Mungkin pendapat saya tentang Laskar Pelangi juga dipengaruhi melankoli yang sangat subjektif. Novel ini membuat saya mengenang sepenggal masa kecil saya. Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, saya melewati sekitar tiga setengah tahun masa sekolah dasar di sebuah kota di Pulau Bangka. Pulau itu bersebelahan dengan Pulau Belitung (Belitong) -- yang menjadi setting Laskar Pelangi -- dan juga merupakan pulau penghasil timah.

Sedikit banyak saya dapat memahami ketimpangan yang terjadi antara masyarakat miskin Melayu Belitong dengan kaum penguasa pertambangan timah, seperti yang dikisahkan dalam Laskar Pelangi. Walaupun tidak semegah dan seeksklusif Sekolah PN Timah Belitong dalam novel, sekolah saya dulu adalah SD Negeri yang kebetulan berada di tengah-tengah komplek perumahan karyawan timah. Walaupun bangunan sekolah saya dulu hanya semi permanen dengan dinding separuh bata dan separuh papan -- tapi tidak juga separah SD Muhammadiyah dalam kisah Laskar Pelangi yang nyaris rubuh -- sekolah saya memang cukup makmur. Banyak murid sekolah saya adalah anak petinggi pejabat timah. Tingkat kehidupan yang lebih makmur sebanding dengan prestasi sekolah. Sekolah saya saat itu adalah salah satu SD favorit, yang menghasilkan lulusan dengan rata-rata nilai ujian tertinggi, yang sering menang lomba kecerdasan, ketangkasan dan lain-lainnya. Hampir seperti --- walau tidak seekstrim -- yang terjadi di Sekolah PN Timah Belitong dalam Laskar Pelangi. Sementara SD Muhammadiyah dalam novel, adalah sekolah yang serba miskin, dengan jumlah guru hanya dua orang termasuk kepala sekolah, dan nyaris ditutup karena jumlah murid yang tidak memenuhi kuota.

---

Ada beberapa hal yang sedikit mengganggu ketika membaca Laskar Pelangi. Kisah ini mengambi rentang waktu yang cukup panjang. Masa sebelas anggota Laskar Pelangi mengenyam pendidikan di sekolah Muhammadiyah sendiri adalah sekitar 9 tahun. Fragmen-fragmen pengalaman mereka berada di kisaran waktu ini. Namun saya merasakan penulis kurang membantu pembaca untuk mengetahui penggal waktu yang tepat untuk masing-masing fragmen. Apakah peristiwa A terjadi ketika mereka masih berusia 10 tahun, ataukah 14 tahun? Saya harus benar-benar teliti membacanya untuk membayangkan usia dan sosok anggota Laskar Pelangi ketika suatu penggal peristiwa terjadi. Selain itu ada beberapa hal kecil lainnya yang juga mengganggu. Hey, tapi semua itu tidak mengurangi rasa salut saya terhadap karya ini.

Ulasan saya tentang buku ini, mungkin kurang memberikan gambaran yang jelas. Silakan baca berbagai ulasannya yang lain di berbagai tempat atau bisa berkunjung ke blog sang penulis.

salah paham

ketika disalah-artikan, apa yang kau lakukan?


misalnya;

ketika komen-komen di blogmu,
mencerminkan orang salah mengerti apa yang kau tulis ;-)
apa yang akan kau lakukan?

atau teman di sekelilingmu
menyalah-artikan sikapmu;
apa yang akan kau lakukan?

atau ketika orang yang kau anggap dekat
tidak tepat memahami dirimu;
apa yang akan kau lakukan?

ketika kau membiarkan orang terdekat,
salah mengartikan dirimu
ada apa?


ketika kau membiarkan
komen-komen di blogmu, teman-teman, bahkan orang terdekat,
salah mengartikan dirimu
: ada apa denganmu?

ada yang...

asing
pada diri sendiri

asing
yang nyaman
really?

ataukah
hanya letih?

rasanya seperti
jalan
melayang