New Year, Every One?

Tahun Baru adalah suatu momentum peralihan dari satu tahun kalender ke tahun kalender berikutnya. Satu tahun kalender matahari yang kini kita pergunakan, terdiri dari 365 hari, dan momen yang dianggap sebagai tahun baru kini adalah tanggal 1 Januari.

Saya jadi ingin tahu sejarah Tahun Baru ini.....

Konon, perayaan pertama Tahun Baru ini dilakukan oleh bangsa Babylonia 4000 tahun lalu, tahun 2000 SM. Bangsa ini merayakannya pada tanggal 23 Maret (menurut kalender kini). Sebenarnya ini adalah saat yang lebih logis untuk merayakan tahun baru, karena ini adalah saat mulainya musim semi dan lahan mulai ditanami. Hmmmmm....

Kalau membaca sejarah, Tahun Baru yang sekarang dirayakan hampir oleh seluruh penghuni bumi pada 1 Januari, adalah warisan dari Julius Caesar, pada tahun 46 SM, ketika ia menciptakan sistem kalender baru. Kata Januari sendiri berasal dari kata Janus, nama dewa yang digambarkan memiliki 2 wajah, satu melihat ke depan, dan satu melihat kebelakang. Wow, simbol yang sangat bagus untuk peralihan tahun??!!

Tahun baru ini kemudian juga tidak selalu jatuh pada tanggal 1 Januari. Tahun Baru juga pernah diubah menjadi tanggal 25 Desember, kemudian pernah juga jatuh pada tanggal 25 Maret. Akhirnya pada abad ke 16, diubah kembali menjadi tanggal 1 Januari.

Okay.. so that's New Year. Next: How do you celebrate New Year?

  • In France, families gather and exchange gifts and greeting cards. Children often present their parents with homemade gifts to wish them Bonne Annee.
  • In Italy, a piece of mistletoe is hung over the front door to bring good luck to the entire household.
  • In Scotland, people bring delicious cakes and cookies to parties. It is believed that the first person to enter a house will receive good luck. "Auld Lang Syne," the traditional New Year's song, was written by a Scottish poet, Robert Burns, 200 years ago.
  • Children in Belgium write their parents New Year's messages on decorated paper. The children read the messages to their families on New Year's Day.
  • In Japan, New Year's is celebrated for three days, starting on January 1. Everyone receives new clothes and little work is done. On New Year's Eve, Buddhist temples ring out the old year by letting passersby each ring a huge bell once until it has rung 108 times, one time for each kind of evil in the world. On New Year's Day, it is traditional to make a pilgrimmage to a Shinto shrine or a Buddhist temple.
  • In the United States, the New Year's celebrations were originated in the 1750s by the Dutch in New Amsterdam. People make New Year's resolutions, they decide to "turn over a new leaf" and improve themselves in some way during the new year. (source: www.jeannepasero.com)
Tahun Baru pun hampir selalu dirayakan dengan 'membuat keributan': membunyikan terompet, lonceng, menembakkan senjata, atau meledakkan petasan. Seperti di Indonesia.

What do I do?
Absolutely nothing. Tahun Baru tidak pernah jadi satu hari yang berbeda, kecuali kebetulan hari ini adalah hari libur, sehingga malamnya kalau tidak mengantuk, kita bisa tidur lebih larut. Pernah juga sih dulu satu-dua kali saya ikut nongkrong di jalan, 'menjadi saksi' bagaimana tahun ini berlalu, menyaksikan keramaian orang-orang yang bersuka ria melewatkan pergantian tahun.

Tapi malam ini, saya punya rencana kecil... masih rahasia... Mudah-mudahan saya tidak terlalu malas dan mengantuk untuk melakukannya.

Anyway... Happy New Year, Everyone!!!!

Update on 2 Jan 03

Rencana kecilnya gagal total. Sesuai perkiraan, saya tertidur pada pukul 10 malam. Baru terbangun pukul 2 pagi, dan kedengarannya di luar hujan cukup lebat... ya udah deh... tidur lagi aja... :-)

xmast




merry x'mas buat si om, neng, ibu, ceceue, adek,
dan buat semuanya yang merayakan...
happy new year for all!!

Hari Ibu

Hari ini, 22 Desember, adalah peringatan Hari Ibu di Indonesia. Hari Ibu ini ternyata berbeda lho dengan Mother's Day yang dirayakan di negara-negara lain, terutama di Amerika. Perbedaannya:


  • Hari Ibu: tanggal 22 Desember, Mother's Day: on the second Sunday in May.
  • Hari Ibu: berkaitan dengan dengan sejarah perjuangan wanita di Indonesia, dan kalau tidak salah tanggalnya tersebut merupakan tanggal diadakannya kongres wanita pertama (??). Kesan pribadi saya, di sini lebih ditekankan "wanita" dari pada "ibu". Mother's Day: Kalau berdasarkan kata penggagasnya, Anna Jarvis , Mother Day ini memang didedikasikan untuk para ibu.


  • "...To revive the dormant filial love and gratitude we owe to those who gave us birth. To be a home tie for the absent. To obliterate family estrangement. To create a bond of brotherhood through the wearing of a floral badge. To make us better children by getting us closer to the hearts of our good mothers. To brighten the lives of good mothers. To have them know we appreciate them, though we do not show it as often as we ought..."

  • Kita bisa baca di koran, "Peringatan Hari Ibu yang ke-sekian" (tahun ini yang ke 74). Mother's Day tidak pernah disebut-sebut seperti itu sepertinya.
  • Peringatan Hari Ibu di Indonesia, paling banter diadakan di instansi-instansi pemerintah atau di sekolah. Kalau Mother's Day sepertinya bahkan sudah sangat komersial. Mother's Day adalah salah satu momen bagi produsen greeting card, gift, chocolate, and flowers untuk menangguk profit.
  • Di Indonesia ada Hari Ibu tapi tidak ada Hari Bapak, tidak seperti Mother's Day yang ada Father's Day-nya. Atau belum ada? Ada yang mau jadi penggagas?

Anyway, Selamat Hari Ibu....!

Notes:
Early festivals relating to the celebration of Mother's day can be traced as far back as ancient Greece, where spring ceremonies honouring Rhea, Mother of the Gods, were held. - The History of Mother's Day

A Girl


I think,
there's always a little girl hiding inside me.
She even sometimes takes over me.
And she makes me like this song
every moment I listen to it.




Baby face don't grow so fast
Make a special wish that will always last
Rub this magic lantern
He will make your dreams come true for you

Ride the rainbow to the other side
Catch a falling star and then take a ride
To the river that sings and the clover that
Brings good luck to you, it's all true

**Pink elephants and lemonade, dear Jessie
Hear the laughter running through the love parade
Candy kisses and a sunny day, dear Jessie
See the roses raining on the love parade

If the land of make believe
Is inside your heart it will never leave
There's a golden gate where the fairies all wait
And dancing moons, for you

Close your eyes and you'll be there
Where the mermaids sing as they comb their hair
Like a fountain of gold you can never grow old
Where dreams are made, your love parade
**
Your dreams are made inside the love parade
It's a holiday inside the love parade

On the merry-go-round of lovers and white turtle doves
Leprechauns floating by, this is your lullaby
Sugarplum fingertips kissing your honey lips
Close your eyes sleepy head, is it time for your bed
Never forget what I said, hang on you're already there

Close your eyes and you'll be there
Where the mermaids sing as they comb their hair
Like a fountain of gold you can never grow old
Where dreams are made, your love parade
**


Dear Jessie-Madonna

Rumah Pohon

Beberapa minggu yang lalu, keponakan-keponakan datang menginap. Mereka ribut meminta saya membuatkan sebuah 'tenda' dari kain seprei yang dibentangkan di antara sisi tempat tidur dan kursi-kursi yang dijejerkan. Dengan bantuan jarum pentul dan jepitan jemuran, akhirnya jadilah tenda idaman. Sebagai alas dipergunakan kasur gulung, bedcover, dan selimut tebal. Malam itu mereka tidur di bawah tenda, setelah puas bermain "papa-mama', dan saya jadi anaknya... *grin*
---
Dulu, saya punya rumah pohon hayalan. Hanya sebatas hayalan... Saya tidak ingat sejak kapan tepatnya saya mulai mengidam-idamkan sebuah rumah pohon. Tapi pasti terpengaruh oleh buku-buku cerita yang saya baca saat itu. Salah satunya adalah Anak-anak Bullerbyn, karya Astrid Lindgren.

Rumah pohon hayalan saya hampir persis dengan gambar ini. Dibangun bertumpu pada dahan terbesar sebuah pohon, tanpa disokong tiang penyangga. Hanya saja, tangga rumah pohon saya terbuat dari tali, sehingga bila saya sudah berada di atas, tangga tersebut bisa saya tarik agar tidak ada orang lain yang bisa naik. Di rumah pohon ini, saya akan menyimpan barang saya yang paling berharga, yaitu buku-buku cerita favorit saya. Di tempat ini saya akan melamun, membayangkan apa yang sudah saya baca berkali-kali. Saya akan duduk di tepi jendela, memandang awan dan membayangkan rasanya tidur di atasnya. Kadang-kadang saya pun akan bermalam di rumah pohon ini. Terkadang saya akan menggambar di sini, dan gambarnya akan saya tempel di dinding rumah pohon ini. Saya juga akan mencoba menulis puisi di rumah pohon ini. Orang lain terkadang saya perbolehkan naik bertandang ke rumah pohon saya. Bersama teman, rumah pohon ini akan menjelma menjadi sebuah puri dengan putri raja atau sebuah gua rahasia.
---
Rumah pohon adalah my childhood's wildest dream and deep inside, still become my obsession. Setiap saya menyaksikan sebuah rumah pohon di film yang saya tonton, misalnya Now and Then, saya akan menahan napas. Tertegun. Terpesona. Jika saya menemui sebuah tempat yang memiliki sebuah rumah pohon atau sebuah bangunan hampir seperti rumah pohon, pasti saya akan mengatakan tempat itu bagus. Di daerah Tasikmalaya, ada sebuah restoran yang memiliki sebuah mushola seperti rumah pohon, ehm.. mungkin lebih tepatnya rumah panggung sih. Di Pangandaran ada sebuah cottage yang salah satu kamarnya benar-benar dibangun di atas sebuah pohon. Kelakpun saya pasti masih akan selalu tertegun jika menemukan 'rumah pohon-rumah pohon' lainnya.

Rumah pohon, a never-come-through dream of mine. What's yours?

...keep talking about tales, tree house,
prince and princess,
I am so childish.
You think that too?

After Mudik

Akhirnya saya bisa juga mencuri sedikit waktu untuk menulis kembali di blog ini. Kembali dari mudik, semua hal menjadi jauh lebih menyibukkan. Pekerjaan di kantor yang tertunda menggunung, ditambah lagi order-order baru sudah menanti untuk dilihat. Di rumah pun, tanpa bantuan pengasuh Obin yang minta istirahat panjang (alias berhenti), otomatis waktu luang untuk santai ngeblog jadi tidak ada. Belum lagi kondisi fisik Obin yang sedang turun, membuat ia sedikit rewel. Ujung-ujungnya, akhirnya saya juga sempat tumbang.

Tapi semua itu gak membuat saya menyesali pergi mudik kemarin. Mudik kemarin berarti 10 hari penuh saya bersama Obin, mengurus sendiri segala keperluannya (tentu dibantu suami), sesuatu hal yang langka. Mudik buat saya juga berarti mengenali lingkungan yang membesarkan suami saya, tempat ia bermain dulu, sekolahnya, dsb. Mudik kemarin juga merupakan kesempatan memperkenalkan hal-hal baru pada Obin, yang mungkin tidak akan didapatkannya di Jakarta: berjalan telanjang kaki di halaman rumput, melihat sawah, melihat bebek sungguhan yang mencari cacing di sawah, melemparkan daun-daun ke aliran sungai, memegang domba, melihat ombak di pantai, bermain pasir, dan masih banyak yang lain lagi....

bintang terang berjalan di pematang

UPDATED on 3:30 pm

Jadi inget lagu ini deh:

kemarin paman datang
pamanku dari desa
dibawakannya rambutan pisang
dan sayur mayur segala rupa
bercrita paman tentang ternaknya
berkembang biak semua...

padaku paman berjanji
mengajak libur di desa
hatiku riang tidak terkira
terbayang sudah aku di sana
mandi di sungai
turun ke sawah
menggiring ternak ke kandang...


Dulu, setiap kali mendengar atau mendendangkan lagu ini, saya selalu bertanya-tanya, bagaimana rasanya 'libur di desa'... Saya bersyukur... akhirnya Obin punya 'desa' untuk dia kunjungi.

Mudik, Lebaran, dan Ketupat

Mulai besok saya gak bisa ngeblog untuk beberapa hari... soalnya saya mau mudik nih... Gak pernah terbayang dulu, bahwa suatu saat saya akan ikut juga larut dalam arus keramaian musiman ini. Tapi nasib, menikah dengan lelaki Jawa, akhirnya membuat saya ikutan berbondong-bondong, beramai-ramai pulang kampung, demi adat kebiasaan, demi bisa bersilahturahmi dengan keluarga.. Hmm honestly I feel a little excitement...

Tahun ini sebenarnya bukan mudik pertama saya. Mudik pertama adalah dua tahun lalu, ketika itu saya masih pengantin baru. Tapi saat itu saya baru mudik pada Lebaran hari kedua. Lebaran tahun lalu saya tidak ikut mudik, karena saat itu anak saya Obin baru berumur 1bulan, masih terlalu kecil kan? Tahun ini adalah pertama kali pulang kampung membawa Obin ... wahhh... pamer anak nih... ha..ha...ha....

Buat semuanya, saya ucapkan SELAMAT LEBARAN.. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN...

Hm...di sana nanti makan ketupatnya pakai apa ya??? hm....

Still talking about Time

Einstein's Dreams by Alan Lightman, adalah sebuah buku yang mempesona saya. Buku ini bukan berisi mengenai teori-teori fisika Einstein... bukan. Buku ini lebih tepatnya merupakan sebuah kumpulan cerita imaginatif mengenai konsep waktu, terdiri dari kisah-kisah pendek, dan tokoh Einstein menjadi benang merah yang menjadikan 'mimpi-mimpi' ini berhubungan menjadi sebuah novel.

Buku ini merupakan kumpulan dari tiga puluh kisah, gagasan, dan imaginasi tentang waktu. Di suatu cerita, waktu bagaikan sebuah lingkaran yang mengelilingi dirinya sendiri. Semua peristiwa akan selalu berulang, setepat-tepatnya dan tiada berakhir. Di kisah yang lain, waktu adalah seperti aliran air, kadang terbelokkan oleh secuil puing dan tiupan angin. Bahkan terkadang, gangguan kosmis dapat menyebabkan aliran sungai waktu berbalik arah. Ada dunia yang manusia hanya hidup satu hari. Di dunia lain, waktu memiliki tiga dimensi seperti ruang, setiap peristiwa akan membawa tiga kejadan yang berbeda. Di kisah lain, waktu adalah indera. Seperti rasa bisa asin atau manis; maka suatu episode bisa berjalan lambat atau cepat, teratur atau acak, bersebab atau tanpa sebab; bergantung pada latar belakang sejarah dan pengalaman masing-masing.

Setiap konsep waktu menimbulkan konsekuensi yang berbeda pada kehidupan manusia yang menjalaninya. Pada suatu dunia, ada suatu tempat dimana waktu berhenti. Di dunia seperti ini, orang tua yang tidak ingin kehilangan anaknya, berjalan menuju tempat ini. Di sini pula sepasang kekasih berpelukan abadi, tak akan ada gairah yang hilang dan tak akan ada cinta yang pupus. Di dunia lain, waktu berlalu lebih lambat, bagi orang-orang yang bergerak, sehingga di dunia ini semua orang bergegas, semua orang berpergian dengan kecepatan yang tinggi untuk memperoleh waktu. Orang-orang bahkan tinggal di dalam rumah dan bangunan yang bergerak. Ada dunia lain yang waktunya berjalan semakin lambat pada tempat yang semakin tinggi. Di dunia ini semua orang tinggal di pegunungan, bahkan beberapa orang membuat bangunan-bangunan di atas tiang-tiang, untuk memaksimalkan efeknya. Di dunia ini, ketinggian akhirnya menjadi status.

Buku ini juga berkisah tentang karakter manusia, yang disederhanakan menjadi dua tipe yang bertolak belakang. Dalam menghadapi suatu konsep waktu, kedua tipe manusia ini selalu memiliki respon yang juga berbeda. Di suatu dunia, waktu adalah abadi, manusia hidup selamanya. Di dunia seperti ini, manusia terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama berkeyakinan bahwa tidak ada alasan untuk terburu-buru, karena waktu tak terbatas, segala sesuatu dapat terpenuhi, hingga akhirnya mereka selalu hidup dalam kesantaian. Kelompok yang lain beranggapan bahwa dengan kehidupan yang abadi ini, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan; ada tumpukan karir yang tidak terhingga, ada pernikahan dalam kesekian kali yang tak terbayangkan. Di dunia lain yang tidak berlaku hubungan sebab-akibat, para ilmuwan menjadi putus asa, karena ramalan mereka berubah menjadi pascadiksi, dan persamaan-persamaan berubah menjadi pembenaran. Sebaliknya di dunia seperti itu, seniman riang gembira, karena ketidakpastian menjadi jiwa dari lukisan, musik, serta novel mereka. Mereka dapat bertindak tanpa harus ada penjelasan, tanpa harus melihat masa silam.

A tale-like story selalu menyenangkan bagi saya. A poetic story hampir selalu dapat menggugah perasaan saya. Kedua hal ini menjadi darah dan daging dari buku ini, a poetic tale-like story, that's why this book amazed me so much. Imaginasi-imaginasi tentang waktu ini diceritakan bagai sebuah dongeng, dan dampak dari masing-masing waktu bagi kehidupan manusia diceritakan dengan puitisnya:

Bayangkan dunia tanpa waktu, hanya bayang-bayang...
seorang bocah di tepi laut, terpesona oleh samudera yang pertama kali dilihatnya...
Bekas telapak kaki di hamparan salju di pulau musim dingin...
Seorang lelaki dan perempuan berdekapan telanjang...
Debu beterbangan, terlihat dari cahaya yang melintasi jendela...
Ciuman pertama... Planet-planet terjerat di angkasa, samudra, keheningan...
Butir air di jendela... tali tergulung... kuas kuning...


atau seperti ini...

Andaikan waktu adalah soal kualitas dan bukan kuantitas,
seperti cahaya malam yang menaungi pepohonan, saat bulan naik dan menyisiri garis-garis pohon. Waktu hadir, tetapi tak bisa diukur...
Di dunia seperti ini, peristiwa-peristiwa dicatat berdasarkan warna langit, nada suara panggilan tukang perahu, perasaan bahagia atau cemas tatkala seseorang memasuki ruangan...
Panjang-pendek waktu antara dua peristiwa bergantung pada seberapa kontrasnya peristiwa-peristiwa itu, intensitas cahaya, sudut jatuh cahaya dan bayang-bayang, sudut pandang pelakunya.
Beberapa orang berusaha melakukan kuantifikasi terhadap waktu, demi mengurai waktu, membedah waktu.
Mereka berubah menjadi batu...

...

... what's time anyway?

Click-Clock

Saya yakin pasti bukan saya sendiri yang punya kebiasaan memajukan jam beberapa menit (hayo ngacung!). Jam dinding di kamar saya, yang berada tepat di muka tempat tidur, seringnya lebih maju sekitar 10 menit. Kenapa dibuat lebih cepat? Ya.. karena saya sering malas bangun dan akhirnya terlambat pergi ke kantor. Ada pengaruhnya? Gak ada sih... setiap kali saya melihat jam itu, saya pasti akan bilang "ah.. masih ada waktu 10 menit lagi" dan ... tidur lagi... Namun, suatu ketika jam itu mati karena baterenya perlu diganti. Setelah diganti, jamnya tidak saya majukan seperti biasanya. Akibatnya parah... bawah sadar saya masih menganggap jam itu lebih cepat 10 menit seperti biasanya... he..he..

Tapi memang hampir semua alat penunjuk waktu di rumah saya kacau balau alias gak ada yang sama. Ada yang lebih cepat 5 menit, ada yang 10 menit, ada yang lebih lambat karena memang putaran jamnya lebih lebih lambat. Saya jadinya kadang-kadang berpikir, lalu apa gunanya jam buat saya ya? Toh semuanya gak ada yang menunjukkan waktu yang sama, gak ada yang pas. Pas? Tepat? Tepat waktu itu jadinya relatif. Tepat dibanding apa? Terhadap jam yang mana? Terhadap bunyi *dong* yang ada hotline 103? Terhadap siaran berita malam TVRI? Atau terhadap mesin absen di lantai kantor saya? (Parahnya, mesin absen ini juga ketepatannya relatif terhadap jam si teknisi yang memperbaikinya bila rusak).

Saya jadi ingat sebuah cerita yang pernah saya baca, kalau gak salah ditulis oleh Fuad Hassan. Ceritanya ada seseorang yang di rumahnya memiliki tiga buah jam: yang pertama lebih cepat 10 menit, yang kedua tepat waktu, yang ketiga terlambat 10 menit. Seorang sahabatnya bertamu dan menyadari hal ini, bertanya kepadanya, kenapa ia punya 3 buah jam yang menunjukkan waktu yang berbeda. Si empunya jam menjawab, "Jam yang pertama saya tujukan buat tamu yang membosankan dan menyebalkan, jam yang kedua buat tamu yang lugas, yang ketiga buat tamu yang menyenangkan seperti kamu". Si empunya jam melanjutkan, "...karena kitalah yang mengendalikan waktu... jangan sampai kita yang dikendalikan oleh waktu."

Hm.... kalau dalam kasus saya, yang memajukan jam agar tidak terlambat bangun, apa bisa berarti saya sudah mengendalikan waktu???