Judul: Momo
Pengarang : Michael Ende
Penerjemah: Hendarto Setiadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Juli 2004
Jumlah halaman: 320
Momo adalah seorang anak perempuan kecil, hidup di suatu kota di negeri yang tidak terikat waktu dan tempat, di masa kini yang abadi. Ia tinggal sendiri di reruntuhan amfiteater di kota tersebut. Semua orang, dewasa dan anak-anak, menyukainya. Momo sebenarnya hanya diam mendengarkan percakapan, kisah, pertengkaran, permainan yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya. Namun entah kenapa, hanya dengan diam dan sabarnya itu, orang lain seakan mendapat pencerahan, inspirasi, bahkan penyelesaian masalah.
Hingga suatu ketika, kota itu mulai didatangi oleh Tuan Kelabu, pria-pria berpakaian kelabu, dengan topi dan tas kelabu, selalu menghisap cerutu yang juga kelabu. Kemunculan mereka tidak disadari, namun kehadirannya selalu membawa suasana dingin. Mereka adalah pencuri waktu. Perlahan tapi pasti, tuan-tuan kelabu ini mulai menghasut setiap orang untuk menghemat waktu. Semakin orang menghemat waktu, semakin mereka kekurangan waktu; karena tanpa disadari tuan-tuan kelabu ini menghisap waktu dari setiap orang.
Padahal waktu adalah kehidupan. Dan kehidupan itu berpusat dalam hati.
***
Novel yang ditulis oleh Michael Ende ini -- sudah diterjemahkan dalam 40 bahasa -- sebenarnya adalah sebuah dongeng. Cerita anak-anak, namun menggugat dunia orang dewasa dan dunia masa kini. Mempertanyakan hakikat dari kesuksesan dan kemajuan dalam definisi orang-orang modern. Semua orang kini berlomba-lomba mempergunakan waktu semaksimal mungkin, dengan jargon waktu adalah uang atau waktu sangat berharga hingga jangan disia-siakan. Karenanya semua serba terburu-buru hingga tidak ada lagi ruang untuk tegur-sapa, senda-gurau, kasih-sayang, bahkan untuk sekedar melamun sejenak.
Di kisah Momo ini, anak-anak -- yang paling tak peduli waktu -- adalah sosok yang paling terabaikan. Orang-tua tak lagi bermain bersama mereka, anak-anak dititipkan di 'Depot Anak-anak' dengan dalih untuk kepentingan mereka sendiri kelak. Anak-anak tak lagi bermain dengan kardus, kain taplak robek, atau gundukan tanah -- mainan sederhana yang bisa menjelma jadi apa saja dalam imajinasi kanak. Tapi anak diberi mainan-bagus-yang-hanya-bisa-melakukan-satu-hal-saja. Anak-anak diajarkan untuk menjadi orang dewasa yang kerap merasa bosan dan berkata, "Aku ingin lebih banyak barang lagi!"
Sebenarnya banyak lagi hal yang diungkapkan dalam roman dongeng ini. Setiap orang mungkin akan 'membaca'nya secara berbeda. Memang kisah hayal Momo ini sebenarnya adalah cermin kehidupan kita sehari-hari. Ditulis oleh Michael Ende pada tahun 1973, Momo sungguh tetap dapat menggambarkan dengan tepat situasi yang kita hadapi saat ini. Bahkan bisa jadi akan semakin relevan di masa-masa mendatang. Seperti yang dikatakan olah penumpang misterius di bagian penutup,
“Kisah tadi saya ceritakan seakan-akan telah terjadi. Sebenarnya, saya juga bisa menceritakannya seolah-olah baru akan terjadi di masa depan. Bagi saya tidak banyak bedanya.”
***
Ada buku yang sangat menarik atau menghibur, tapi kau rasa cukup satu kali saja membacanya. Ada buku yang kau tahu akan kau baca dan baca lagi kelak. Momo, bagi saya adalah tipe buku yang ke dua. Akan saya letakkan di rak buku, berdekatan dengan Little Prince, Totto Chan, dan beberapa buku lainnya. Suatu saat nanti pasti akan saya baca kembali, dan mungkin juga dengan suatu pengertian yang sama sekali baru...
8 comments:
kata seorang penulis, dunia anak-anak adalah dunia tak peduli. karena tak disibuki peduli, dunia kanak sangat peduli pada apa-apa yg tak dipedulikan orang dewasa. dedaun yg jatuh, aliran air bening di selokan, bebatuan aneka bentuk dan warna yg ditemui di jalan, capung yg hinggap semedi di ujung ilalang, ah terlalu banyak utk disebuti. untuk itu kanak ikhlas berlama-lama duduk berjongkok mengamati. melebur jiwa dan badaniahnya dalam ruang waktu alam yg diamatinya. sementara kedewasaan manusia dewasa terbelit pada serbaingin yg melilit-lilit. karena itu, manusia modern pada satu titik merindukan kembali. desing gasing, desau angin, derik jangkrik dan senyap daun luruh. untuk itulah mereka pergi ke gunung, lembah, pantai dan samudera. meski sebenarnya - kata penulis lain - senyap luruh daun itu tak jauh-jauh sekali. ia ada di hati manusia itu sendiri.
resensinya menarik deh noy, jadi pengen baca...., btw gue jadi ngerasa 'kena' deh di bagian "...anak2 dititipkan ke depot anak..."
Suatu saat nanti pasti akan saya baca kembali, dan mungkin juga dengan suatu pengertian yang sama sekali baru...
Ternyata itu wajar ya, saya menyangka itu karena saya terlalu cepat dalam membaca, saya sendiri kadang-kadang masih menemukan hal-hal baru setelah membaca sebuah buku kedua kalinya. Resensi yang menarik :-)
setuju dg comment di atas, buku bagus+resensi OK! klop!
di tulis th 73? bener,apa yg dikatakan penutup buku itu :)
btw, aku jg punya buku yg akan dibaca beulang kali..dan setiap kali baca aku akan menemukan sesuatu yg baru..
iya..itu buku yang bagus..
tidak pernah bosan untuk dibaca ulang dan memang tetap up to date walo ditulis tahun 73..
'buku anak'..tapi bagus untuk ornag dewasa..
tempo lalu waktu jalan2 ke Gramed, saya sengaja mencatat judul buku ini di dalam HP (bersama beberapa judul buku lain tentu) :)
Kenapa?
Karena saat ini saya belum boleh bela-beli apapun (lg pengiritan). Nanti begitu udah boleh, saya mau bales dendam ah Bun.... :D
bunda, pinjem bukunya dong :)
Bunda Ne.. jangan2 ituh Michael Ende asalnya dari Ende :P hehehe.. Flores euy..
Post a Comment