Dulu mereka saling menyapa dengan nama saja pasti. Mungkin dibubuhi dengan suatu panggilan kesayangan. Telingaku sendiri nyaris tak pernah mendengar sapa seperti itu antara mereka. Aku lebih terbiasa mendengar mereka saling menyapa: Ayah - Ibu. Hingga akhirnya sekitar sebelas tahun yang lalu, ketika cucu pertama hadir, sapa antara mereka pun mulai berubah. Kini Ibu lebih sering menyapanya Yayi. Ayah memanggilnya Nyai. Lucu juga ya, bagaimana suatu sapa bisa berubah seiring berjalannya waktu…
Kita pun dulu hanya saling menyapa dengan nama saja. Itu pasti :). Lalu mulai kerap dibubuhi dengan panggilan sayang, ‘Yang….’. Bahkan dengan sepatah kata itu kita nyaris tak perlu lagi menyebut nama. Aku sempat berusaha membiasakan diri menyapamu dengan kata ‘Mas’. Tapi panggilan itu selalu berhasil membuatku tertawa geli. Hihihi… Maaf, ya….
Lalu Obin lahir. Kita perlahan mulai merubah sapa menjadi Ayah dan Bunda. Sapa ini makin sering terdengar, terutama karena Obin kini sudah mulai pintar bicara. Memang sih, masih juga sering terselip nama dan sapa yang lain.
Lucu juga ya. Akhirnya kita alami juga apa yang telah lebih dulu dialami oleh orang-tua kita. Suatu sapa yang bisa berubah seiring berjalannya waktu. Walaupun kita baru menempuh sepersekian dari jalan yang telah mereka tempuh.
Eh, ngomong-ngomong kita akan dipanggil apa oleh cucu kita nanti? Hahaha… belum kepikiran sama sekali deh… :p
Tapi… semoga kita akan sampai ke titik itu juga, ya…. Insya Allah…
Selamat empat tahun, Ayah…
(Love, Bunda)


Seperti bunga putih yang hanya mekar sekejap dan mewangi di tengah malam, si ratu malam
Seperti bunga putih kecil yang semerbak, melati, atau si kuning hijau yang wangi, kenanga. Maka aku akan teringat Ayah. Ayah, yang di pagi atau sore hari suka memetik beberapa kuntum bunga ini. Yang kemudian akan meletakkan bunga ini di kamarnya. Yang kerap kutemui kuntum-kuntum kecoklatan bunga yang layu atau kering di dekat bantal tidurnya. Dulu sekali, pernah kusangka Ibu yang menaruhnya di sana. Tapi itu ternyata Ayah.
Seperti bunga kuning besar cantik yang selalu menghadapkan wajahnya ke arah matahari. Maka akan terlintas beberapa wajah yang juga istimewa. Wajah Ibu yang dulu membantuku memetik dan merangkai beberapa kuntum bunga matahari untuk prakaryaku di sekolah dasar dulu. Wajah seorang teman yang senang menggambar bunga matahari yang cantik, bahkan menghias kartu undangan pernikahannya juga dengan lukisan bunga matahari karyanya sendiri. Dan kini yang terlintas adalah… wajah