Sampai di sana, di pelataran masjid yang dinaungi payung-payung besar, si anak lelaki mencari tempat yang cocok bagi ibunya untuk melaksanakan shalat berjamaah. Diparkirkannya kursi roda di area yang masih agak kosong, namun dipastikan akan termasuk saf shalat perempuan. Lalu sang ibu ditinggalkannya, karena area shalat untuk laki-laki terpisah cukup jauh. Beberapa saat selepas shalat Zuhur, ketika kepadatan orang-orang yang keluar dari masjid mulai menyurut, si anak lelaki akan kembali menghampiri ibunya dan mendorongnya pulang.
---
Saat itu, barisan saya berada tak jauh dari kursi roda ibu itu. Waktu Zuhur dan Asar biasanya saya memang memilih untuk shalat di pelataran masjid. Area dalam masjid yang diperuntukkan bagi jamaah perempuan tidak begitu luas. Agar bisa shalat berjamaah di dalam masjid, kami harus datang berjam-jam sebelumnya. Padahal hotel tempat saya tinggal agak jauh dari masjid, dengan berjalan kaki perlu waktu sekitar 30 menit. Sementara pagi hingga siang hari biasanya kami para jamaah banyak yang memilih beristirahat di penginapan. Sedangkan setelah Zuhur adalah waktu makan siang. Jadi walaupun siang terasa sangat terik, saya memilih untuk shalat berjamaah di luar.
Berlindung di bawah bayang payung-payung besar Masjidil Nabawi yang dibuka saat matahari mulai tinggi, dan ditutup menjelang waktu Maghrib. Sedapat mungkin saya akan mencari posisi yang dapat terpapar hembusan uap air segar dari kipas angin yang terpasang di tiang-tiang payung.
---
Duduk menanti waktu shalat di pelataran masjid ini, membuat saya bisa memperhatikan ‘perilaku’ kursi roda tersebut. Ternyata bukan hanya satu atau dua yang saya temukan. Bahkan kadang kursi-kursi roda itu memang seperti sengaja berkumpul membentuk kelompok-kelompok di pelataran masjid. Mungkin berkelompok untuk kenyamanan mereka. Mungkin agar tidak terlalu mengganggu saf jemaah lain.
Adalah wajar mereka shalat di pelataran. Aksesibilitasnya termudah untuk pemakai kursi roda. Lagi pula pelataran masjid adalah wilayah netral, yang boleh dilalui baik jemaah perempuan dan laki-laki. Perempuan-perempuan pengguna kursi roda itu dari berbagai bangsa selain Indonesia; Turki, India, Bangladesh, dan lainnya. Umumnya usia mereka memang sudah lanjut. Ada yang ditemani oleh anak perempuan atau saudara perempuannya. Namun sering pula saya dapati yang sendiri tanpa pendamping perempuan. Ketika shalat selesai dan orang-orang mulai beranjak dari saf-nya, mereka tetap tinggal di situ. Duduk berzikir di atas kursi rodanya, menunggu penjemput , sementara di sekelilingnya orang-orang lain berlalu-lalang.
Menyaksikan mereka, otomatis membuat saya sangat bersyukur. Kami, saya dan suami, telah diberi kesempatan untuk melakukan ibadah haji di usia yang relatif muda. Ketika badan masih sehat dan kuat. Masih mampu berjalan sendiri tanpa harus dibantu oleh orang lain. Masih bisa melakukan seluruh rangkaian ibadah wajib maupun sunnah tanpa kendala jasmani yang berarti.
Rasa haru pun tak kuasa timbul. Terutama tatkala menjadi saksi bakti para anak pada orang-tuanya. Mereka menghajikan ibu bapaknya. Mendampingi mereka. Mendorongkan kursi rodanya dengan sabar. Memperbaiki letak kerudung ibunya yang mulai menampakkan helai-helai rambut. Mengambilkan air minum untuknya. Bahkan terkadang tanpa ragu menggendong orang-tuanya di punggung ketika harus menaiki tangga.
---
Beberapa hari kemudian. Masih di Masjidil Nabawi, Madinah. Awal Oktober. Kali ini menjelang shalat Asar. Suara azan sudah mulai berkumandang. Saya dan para jemaah lain yang masih berjalan menuju masjid, segera bergegas agar dapat tiba di barisan sebelum shalat dimulai.
Di pintu gerbang pekarangan masjid, mata saya tertumbuk kembali pada sebuah kursi roda. Seorang perempuan yang sudah lanjut usia duduk di kursi roda itu. Tapi kali ini yang mendorong adalah seorang laki-laki yang juga sudah tua: suaminya…
Lelaki tua itu berpeluh, berusaha mendorong kursi roda istrinya agar bergerak lebih cepat, mengejar waktu shalat. Melihat pasangan tua itu, tak tertahankan mata saya terasa basah. Kerongkongan medadak tercekat. Selarik doa pun terucap di hati:
Ya Robb, yang telah menganugerahkan kasih-sayang di antara pasangan tua itu, sayangilah mereka. Ya Rahman, yang telah memberikan mereka usia yang panjang dan kesempatan untuk mengunjungi-Mu, berilah mereka kemudahan. Ampuni dosa-dosa mereka. Kelak, perkenankanlah mereka untuk bertemu kembali. Selalu bersama, di surga-Mu…