Flamboyan

Aku jatuh cinta pada flamboyan. Bukan lelaki flamboyan. Tapi flamboyan tanaman. Bunganya. Pohonnya. Dahannya…

Aku. Lima tahun.
Ada sebatang pohon flamboyan di halaman rumahku. Di halaman depan rumah. Tinggi sekali. Ada dahan yang kokoh. Lurus datar. Menggantung sebilah papan, diikat dua utas tambang. Ayunan…! Ayunan paling hebat di dunia! Sangat tinggi! Sore hari, sesudah (atau sebelum?) mandi, aku bermain di situ. Sendiri. Wuss… wuss…. Aku mengayun. Kencang. Wuss… wuss… Aku berdiri di atas ayunan. Wuss… wuss… Tinggi… Tinggi… Makin tinggi lagi… Wow...! Lihat! Aku terbang! Rokku berkibar-kibar. Angin dingin. Aku merinding. Gamang. Tapi… lagi… lagi… Hingga terdengar panggilan, “Niiik, ayo masuk! Udah mau Magrib!”

Aku jatuh cinta pada flamboyan. Bunganya…

Bandung. Kampus. 1997.
Kapan sebenarnya bunga-bunga flamboyan ini mulai berbunga? Aku tak pernah memperhatikannya. Tidak pernah kuperhatikan kapan kuncup-kuncupnya mulai menyembul. Menguningkah daunnya? Atau berguguran dulu? Aku benar-benar tak pernah tahu. Padahal setiap hari aku melaluinya. Kadang malah aku tak pernah benar-benar sadar ada batang-batang flamboyan di sini.

Selalu seperti itu. Berulang. Tahun demi tahun. Selalu saja terasa tiba-tiba. Suatu hari, langit di atas sontak berhias merah. Bunga-bunga flamboyan bergerombol di hampir seluruh ranting. Berayun-ayun. Dari jauh kau, juga aku, sudah bisa memandangnya. Inilah mungkin saat-saat kau, pasti aku, bisa berjalan lebih lambat. Menatap lamat-lamat gerombolan bunga merah jingga di kejauhan, di tikungan sana. Makin dekat. Semakin dekat. Hingga tibalah kau, atau aku, di bawahnya. Inilah saatnya kau, ah… aku, akan berjalan menengadah. Melihat gerombolan bunga merah jingga yang berayun di ujung ranting. Atau inilah saatnya menunduk. Memungut bunga yang gugur di jalan. Memutar-mutarnya di antara jemari. Lalu teringat permainan mengadu benang sari hingga putus ujungnya, waktu kecil dulu.

Aku jatuh cinta pada flamboyan. Pada kenangannya…

Bandung. Akhir Oktober 2004.
Flamboyan! Flamboyan memerah di sudut-sudut Bandung. Bulan apa ini? Oktober? Selalukah Oktober? Aku berusaha mengingat. Tak ingat. Namun, keping-keping kenangan terbuka satu-persatu…

Aku jatuh cinta pada flamboyan. Cinta yang datang dan pergi seperti musim. Adakah musim flamboyan?