Wajah Nan Akrab, Tak Dikenal

Saya termasuk dari sejumlah besar manusia-manusia Jakarta yang tenggelam dalam kehidupan yang begitu rutin. Pagi hari berbondong-bondong meninggalkan rumah, berdesak-desakan di jalan, di kendaraan umum, di stasiun, di terminal, menuju tempat mencari nafkah. Di sore hari kembali berdesak-desakan kembali ke rumah masing-masing.

Hidup rutin kita, manusia Jakarta, secara tidak sengaja saling bersinggungan. Lucunya kita tidak saling mengenal. Namun rutinitas dari hari kehari, dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, membuat kita dapat mengenali wajah-wajah tertentu yang kemudian jadi terasa begitu akrab - namun tetap tak dikenal.

Buat saya, wajah ini adalah wajah si Ibu tukang sapu di perempatan Mampang. Di pagi hari, saat saya berpas-pasan dengannya biasanya adalah saatnya ia sudah menyapu seperempat dari bagiannya. Si ibu berperawakan agak gemuk pendek ini, hanya kulit wajahnya yang hitam saja yang terlihat. Seluruh tubuhnya tertutup seragamnya yang biru muda ditambah kerudung, helm kerja, dan sepatu bot, untuk melindunginya dari sengatan matahari dan debu jalan. Sesekali tampak giginya yang putih, menyembul di antara senyum senangnya pada kendaraan yang melambatkan diri untuk memberinya sesuatu, terkadang uang terkadang makanan. Hmm... ternyata bukan saya seorang saja yang merasa 'akrab' dengan si Ibu tukang sapu.

Wajah-wajah ini terkadang juga sedemikian akrabnya, sehingga ketika mereka tiba-tiba tidak hadir dalam rutinitas kita, kita merasa kehilangan. Di perempatan Mampang juga, biasanya ada seorang pengemis laki-laki dengan wajah yang selalu tersenyum. Ia biasanya menepuk-nepukkan tangan, tanpa bernyanyi atau berkata apa-apa, di muka jendela kendaraan beroda empat. Wajahnya menampakkan kecerdasan yang kurang, tapi senyumnya yang sangat ramah selalu dapat meluluhkan hati para pengendara untuk memberikannya sekedar seratus rupiah. Senyumnya bagi saya, seperti sebuah kesegaran di tengah kepadatan dan kekesalan. Namun, sudah beberapa tahun ini saya tidak lagi pernah melihatnya. Saya tidak tahu kemana ia pergi, atau karena apa, yah.. karena saya tidak pernah mengenalnya.
...
Bagi saya, wajah akrab ini adalah wajah si pak ogah di putaran 'kampus tercinta', tempat saya memotong jalan tiap pagi hari. Wajah ini juga saya temui di sore hari, pada wajah si pengemis laki-laki cilik yang sekarang tengah beranjak remaja, di perempatan super macet TB Simatupang. Wajah ini adalah wajah si penjual "apa-saja-tergantung-musim" yang agak gondrong di sekitar perempatan Kuningan - Gatot Subroto, di sore hari. Juga wajah si pengamen wanita dengan gitarnya di Kuningan, yang sekarang sudah mulai banyak juniornya.

Wajah-wajah itu demikian akrabnya buat saya... tapi saya tidak pernah mengenal mereka...

UPDATED on Thursday, 21 Nov 02, morning ---------------------

Pagi ini saya, seperti biasa terlambat lagi berangkat dari rumah. Ketika sampai di perempatan Mampang, seperti biasa saya mengambil jalur paling kanan, menunggu lampu hijau nyala kembali. Mobil ke dua di depan saya melambai memangil si Ibu tukang sapu. Si ibu mendekat dan tersenyum seperti biasanya. Saya juga ikutan senyum sendiri... dan hey.. si Ibu berjalan ke arah saya, melihat saya tersenyum, ia membalas senyuman saya.. begitu ramah!! Gosh... suddenly I felt today is gonna be very bright for me...

Dan saya mendadak inget sepotong dari lagu Accidently Kelly Street dari Frente:
accidently kelly street
where friends and strangers sometimes meet...
accidently kelly street
i never thought life could be so sweet...

No comments: