Mengingat Lupa

Terkadang kita -- mungkin secara tak sadar -- kerap menghindar dari sepenggal ingatan tertentu. Melupa. Menafikan segala yang membangkitkan kenangan atas serentang masa yang ingin dilupa. Meletakkan sebuah album foto di bagian lemari yang sukar dijangkau dan membiarkannya berdebu. Menghilangkan nama sebuah kota dari peta kehidupan. Menutup telinga atas sebuah topik percakapan. Memalingkan wajah atas episode tertentu pada sebuah film. Melompati dua atau tiga paragraf dari sebuah novel yang sedang dibaca.

Atau... menekan tombol 'stop' secara reflek, setiap kali rekaman fragmen tertentu dari masa lalu berputar. ‘Berhentilah, cukup sampai di situ saja.’

---

Mengenang kota itu, dua puluh tahun silam, awalnya membawa rasa hangat di hatinya. Teman-teman kecil, sekolah berdinding papan tak berpagar di dekat ‘rawa’, kepala sekolah berkulit legam yang bersahaja, guru baru yang membuka mata, permainan di hijau tanah lapang, perkemahan sabtu minggu, bukit di belakang sekolah, jajanan di rumah seberang, bulir-bulir kuning akasia, sepokok bambu di sudut jalan, rumput jarum menusuk kaus kaki, sungai kecil berjembatan kayu…

Lalu ia akan terkenang rumahnya dulu. Rumah besar itu, pekarangan yang sungguh lapang, segala pohon jambu di halaman belakang, kandang ayam, sumur timba tak terpakai, seekor anjing menandak gembira, bermain monopoli dan menang, kamar-kamar kosong, ruang tidur luas untuk dirinya sendiri….

Lalu...


STOP! Sampai di situ saja. Karena melarut berarti... rasa getir di kerongkongan, butir bening di sudut mata, dan rasa bersalah yang -- ia tahu -- semestinya tak ada.

---

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, di atas pintu keluar sebuah supermaket di suatu kota, ada sebilah papan (biru?) bertuliskan kata mutiara. Hiasan yang tak menyolok mata, tak menuntut perhatian khalayak, namun tetap ganjil untuk sebuah supermarket. Aku sendiri tak kan pernah memperhatikannya, apabila seseorang tak menunjukkannya padaku.

Kalau tak salah begini, bunyinya:

Happiness, it's nothing more than a good health and a poor memory.

Hmm… begitukah? Dan sekarang, masih adakah tulisan itu di sana?

Setelah Liburan Panjang

Selasa pagi. Waktunya kembali bekerja. Bangun pagi dengan happy, mood gw lagi bagus. Libur panjang kemarin sangat menyenangkan. Main pasir dan ombak, berkejaran bertiga di sepanjang pantai, memandang wajah kecil yang ceria... ah... :)

Di jalan. Hari pertama kembali bekerja. Macet. Gak heran, deh. Semua orang kembali sibuk. Macet banget. Gak masalah. Soalnya mood gw lagi bagus.

Lihat di luar! Rumput-rumput di pembatas jalan mulai menguning. Kering. Tapi kemarau punya keindahannya sendiri. Ini saat daun-daun coklat melepas satu-satu dari ujung ranting. Lihat mereka terbang melayang pelan? Menari bersama angin. Mengapung di udara. Meliuk. Mengambang. Lalu jatuh perlahan di atas jalan.

Macet luar bisa. Sudah dua jam berkendara, belum separuh perjalanan dilewati. Tapi mood gw lagi bagus. Jadi, santai aja, ya. Toh, apa sih yang gw kejar?

Eh, kenapa motor di seberang jalan itu? Kok tiba-tiba oleng dan terbalik? Sebuah motor lain melambat dan pengendaranya turun membantu. Seseorang dari pelataran bangunan juga ikut menolong. Untunglah, sepertinya semua baik-baik saja. Dan ya, mood gw lagi bagus.

Hey, itu bukan daun, yang melayang-layang di atas mobil di depan. Itu kupu-kupu hitam putih. Sayapnya tidak mengepak. Hanya membentang, mengapung di atas angin. Gak heran gw sempat salah sangka. Tuh, kan. Kupu-kupu itu sedang pura-pura jadi daun gugur :p. Mengepak sesekali untuk terbang naik, lalu kembali mengambang di udara, mengikuti geliat-geliut angin.

Wow, sudah tiga jam. Masih di sini-sini aja. Hey, tapi mood gw lagi bagus. Itu papan pengumuman berwarna kuning, yang bertuliskan "maaf-perjalanan-anda-terganggu-ada-pekerjaan-busway", gak boleh merusak mood gw.

Baca, baca buku lagi aja, deh. Toh jalan merayap kayak siput. Baca buku tebal yang sudah beberapa hari nongkrong di mobil. Buku cerita pendek-pendek tentang dunia yang bijak dan indah. Tumben nih, bisa selesai sampai tiga bab sekaligus.

Hmmm... mesin mobil makin panas. Pendingin udara harus dimatikan sesekali, supaya suhu mesin kembali normal. Udara di luar (dan di dalam) terasa semakin bikin gerah. Keringat mulai membasahi ketiak. Untung deh tadi gak pake baju tebal. Hahaha, ya, mood gw masih bagus, kok.

Tiga setengah jam lebih. Akhirnya sampai di perempatan jalan itu. Oh ternyata, kalau jam segini, Nano dan Pepen sudah tidak ada. Mungkin mereka mangkal di tempat lain yang lebih strategis.

Empat jam. Akhirnya sampai juga. "Hey, harusnya elo udah nyampe Bandung, tuh!" Tawa menderai, "iya nih... eh, sebentar lagi udah waktunya makan siang, ya?" Untung mood gw lagi bagus...

Sudut







Ah, ya. Kemarin nemu hasil scan sketsa ini di rumah. Dy, inget gak? :)

Ada sedikit cerita tentang 'sudut' yang terletak di lantai dua sebuah kos-kosan berdinding bata ekspos itu. Di jendela besar di sisi tempat tidur itu, si pemilik sudut suka nongkrong malam-malam, menatap malam, sampai akhirnya gak tahan karena kedinginan. Pemandangan favorit dan 'kebanggaannya': puncak Gedung Sate, langsung tepat di depan jendela (dari jauuuuh sih, tapi lumayan jelas, kok).

Looking at those sketches, I can jot down a long list of memories. Lima tahun tinggal di situ, gitu lho. And yes, the room was quite a picture of my self :). Ah, jadi kangen suasananya...

* yang bikin sketsa bukan saya :)

Duh...

Kalau badan lagi meriang-meriang kayak gini, paling enaknya dibalur minyak kayu putih, terus bobok pake selimut di sekujur tubuh. Kalau hidung mampet bikin gak bisa bobok, apa daya harus menenggak obat flu.

Kalau badan lagi meriang-meriang tapi di kantor... enaknya ngapain ya?

--- dilanjutin

Setiap habis posting yang rada-rada gloomy, ada rasa gak sreg. Padahal kan blog punya sendiri ini, ya? Heran... hehehe. Beberapa orang malah membuat blog sebagai pelampiasan segala uneg-uneg dan maki-maki. Tapi saya selalu terngiang-ngiang omongan seorang teman yang udah lama gak ketemu. Tentang aura negatif. Hahaha...

Yah, begitulah. Jadi, setiap ada posting bernada sedih-keluh-kesal-marah yang berhasil lolos nongol di blog ini, pasti itu diikuti sekelumit perasaan bersalah pada pemiliknya. Bahwa ia (iya, saya) sudah ikut bertanggung jawab menyebarkan aura negatif di dunia maya ini... (dohh)

Dihapus saja? Hmm... tapi kan itu posting jujur. Kasihan kalau dihapus. Eksistensinya gak diakui. Duh... makin ngawur aja. Sorry...

Pakai disclaimer-jangan-dibaca-kalau-gak-mau-ikutan-gloomy? Haruskah?

Karangan Iseng

Siang-siang, dapet sms dari si Neng pemilik Alas-Kaki-Merah. Katanya, dirinya ada gawean yang menantang di sini, yakni menciptakan karangan dengan "missing letter" atawa "abjad yang hilang". Tadinya sayah males. Tapi si Eneng emang hebat, bisa meyakinkan sayah hingga terinspirasi iseng. Jadilah ini dia karangan tanpa abjad ... hm... ada deh...


Mesin Hebat Yang Bikin Nginap

Menjawab tantangan Kke agar bikin karangan iseng kayak gini. Hmm… bagaimana caranya agar hanya pakai a – e – i ? Mari-mari kita karang.

---

Cerita tentang apa ya? Cerita tentang Bintang aja deh. Bintang beberapa hari kemarin ada pengalaman pertama lagi. Menginap sendiri tidak sama Nda dan Ayah.

Hebat memang daya tarik game mesin-pintar-dengan-layar-besar-dan-papan-ketik (agar tidak mengetik istilah tenarnya, hehe). Nama game-nya adalah incredible machine. Game lawas sih. Tapi masih gres bagi Bintang. Lebih-lebih ini adalah jelmaan kegemarannya mengarang hayal tentang mesin. Biasanya sih, dia senang menggambarkannya di atas kertas saja.

“Ini mesin yang bisa meledak, Nda.” kata Bintang.
“Ayah, ini pipa air bersih, air ini akan mengalir ke pipa yang ini. Nanti akan dipancarkan ke sini.” cerita lain Bintang tentang gambar mesin ciptaannya.

Dengan kegemaran ini, bisa dibayangkan kan, bagaimana senangnya dia ketika lihat ada game “incredible machine” di tempat tinggal Kiki, anaknya kakaknya Nda (nah… :p). Setelah sepanjang hari main tapi bergiliran dan tidak senang karena hanya sebentar-sebentar mainnya, menjelang magrib Bintang masih tidak hendak balik (alah, bahasanya :p). Ayah iseng nanya, “Nginep aja, ya?”. Pikir-pikir hanya sebentar, Bintang segera meng-iya-kan. Malah Nda dan Ayah yang jadi menganga, “Bener, nih?”. “Iya, bener.”

Alhasil, malamnya Ayah dan Nda kesepian. Gak ada yang teriak-teriak, cerita-cerita, dan nyanyi, dan nangis. Ayah sampai bilang gini, “Kangen ya. Gimana kita samperin aja, Nda?”

Akhirnya gak jadi kami samperin sih. Lagian ini kan pengalaman pertamanya menginap di tempat “asing” tanpa kami. Langkah besar baginya. Meski demi bermain game, hehehe. Dan, kabar dari ipar saya, Bintang malamnya hanya terlelap sebentar. Dia begadang sampai pagi dengan alasan gak bisa lelap lagi. Padahal sih, demi main game tanpa disela ‘teman-teman’ kecilnya.

---

Yah, begini saja ceritanya si karangan hanya dengan a-e-i. Ternyata bisa. Jritt, Kke. Sayah gak kerja nih jadinya. Hehehe…