
Menurutmu, apakah setiap perempuan memiliki
naluri keibuan? Saya pribadi akan mengiyakan pertanyaan di atas, walaupun saya tahu kata ‘setiap perempuan’ pastinya adalah sebuah generalisasi, karena bagaimanapun perkecualian pasti ada.
Kembali pada naluri keibuan, pertanyaannya kemudian berlanjut, kapankah naluri itu muncul? Setiap perempuan mungkin akan punya jawaban yang berbeda. Saya pernah baca pengakuan seorang perempuan yang sejak kecil sudah bercita-cita menjadi ibu dan punya anak (sejak main dengan boneka?). Saya pribadi baru benar-benar merasakannya ketika saya mengandung, sejak secara sadar mengetahui ada yang hidup dalam tubuh saya. Memang pada dasarnya saya bukan tipe penyayang anak-anak, karenanya (ini berhubungan sebab-akibat gak ya?) juga bukan seseorang yang digandrungi anak-anak.
***
Masih sehubungan dengan naluri keibuan, belum lama ini saya menemukan sebuah istilah yang menarik dan baru buat saya, yaitu
allomother. Tidak saya temukan artinya di
wikipedia dan ensiklopedia serta kamus online lainnya. Namun dari beberapa artikel yang saya dapatkan melalui
google, istilah ini kerap dipergunakan dalam penelitian mengenai perilaku binatang.
Allo, berasal dari kata Yunani, berarti ‘lain’ (
other).
Allomother, entah apa padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia (ibu asuh?), diartikan sebagai individu selain ibu yang ikut mengasuh anak. Di dunia
primata (juga pada
gajah), salah satu tipe
allomother yang umum adalah betina-betina muda dalam sebuah komunitas. Betina muda primata membantu menggendong, mencarikan makanan, menjaga bayi primata dari pemangsa dan bahaya lainnya. Betina gajah bahkan membantu sejak proses persalinan. Buat si ibu, bentuk-bentuk pengasuhan ini menguntungkan karena memberinya waktu untuk beristirahat, untuk mencari makan, bahkan untuk persiapan bereproduksi kembali :). Buat sang bayi, ini adalah bagian dari proses belajar bersosialisasi. Buat para betina muda, ini seperti sebuah latihan, kursus, persiapan diri untuk menjadi seorang ibu!
***
Kadang lucu juga bagaimana kita manusia bisa bercermin pada perilaku binatang (lho, memang di ilmu biologi, manusia digolongkan dalam ‘animal kingdom’ kan? :) ). Yah, paling tidak saya sih yang jadinya ‘bercermin’ pada kasus
allomother di dunia binatang ini.
Sebagai ibu, saya saat ini sangat terbantu oleh orang-orang lain di rumah yang ikut mengasuh
Obin. Dua di antaranya adalah perempuan yang belum menikah, yaitu sepupu saya dan si mbak. Obin sendiri sangat senang bermain dengan keduanya (menurut saya, terutama karena keduanya adalah tipe penyayang anak sekaligus tipe yang digandrungi anak-anak).
Lalu saya menengok ke belakang, ketika saya hamil. Ya, pada momen-momen ini lah saya mulai merasakan munculnya naluri keibuan. Jadi senang memandangi keponakan yang sedang tidur, jadi lebih sabar menghadapi keponakan yang rewel, mulai mengamati dengan tekun cara menyuapi dan memandikan, bahkan dengan suka rela mengasuh keponakan lebih dari lima menit :D.
Setelah membaca mengenai
allomother, saya jadi berpikir bahwa munculnya naluri keibuan adalah sebuah proses yang mulai saya alami jauh sebelum saya mengandung. Mungkin dimulai sejak… hmmm… perkenalan saya dengan bayi pertama dalam keluarga. Karena saya tidak punya adik, bayi di sini berarti adalah keponakan pertama saya yang lahir tujuh tahun sebelum Obin…
Berikut adalah beberapa kesimpulan saya sementara ini. Pertama, menjadi ‘ibu’ adalah sebuah proses yang bisa dipelajari, juga bisa dimulai jauh sebelum seorang perempuan memiliki anak sendiri. Kedua, hadirnya seorang bayi atau anak dalam komunitas terdekat (misalnya keluarga) dapat membantu mengasah naluri keibuan ini.
Ada yang punya pemikiran atau pengalaman yang lain?