Tujuh Belas Bulan

Tujuh belas bulan, Bintang. Tujuh belas bulan, hampir setiap waktu aku ada di sisimu. Menyahut dan menghampirimu, setiap kali kau memanggil, “Bunda!” Menemani bobok siangmu. Membujuk tidur siangmu dengan tawar-menawar berapa buku yang akan dibaca sebagai pengantar lelap. Membujuk suapmu dengan cerita tentang mesin dalam tubuh yang perlu diisi makanan padat (kau menyukai penjelasan yang logis bukan?). Mendekap takutmu pada petir yang terasa sejengkal di atas kepala, betapapun sudah berulang kali kita bercerita tentang kembang api yang berloncatan dari gumpalan awan. Mengusap dan mengecup setiap sakitmu pada kepala (atau lutut atau lengan) yang seringkali terbentur karena kau selalu saja berlari dan meloncat tak hati-hati. Tujuh belas bulan, aku hampir selalu ada untuk memandang suara tawamu dan mendekap setiap tangismu.

Aku ingat betul, Bintang. Kau menandai awal masa tujuh belas bulan itu, dengan sapa ‘bunda’ yang bulat, tak lagi sekedar ‘da’. Saat ini kau telah bisa mendongeng tentang daun yang punya rumah, bercerita tentang segala rupa mesin rekaan, berkata “Obin punya ide” sembari memaparkan gagasan brilianmu, membangunkanku dengan berisik ketika subuh, bahkan memberi nasehat untuk orang-orang di sekelilingmu. Dan kau selalu dapat meluluhkan hatiku, dengan tatap mata kecilmu yang menyertai bisik pelanmu, “Bunda… Obin sayang Bunda.”

Masa tujuh belas bulan berlalu. Kini kita akan mulai menjalani bentang masa yang baru. Aku akan kembali memulai ritual yang dulu. Memelukmu erat di pagi dan sore (atau malam?) hari. Melambaikan tangan dan ciuman di pagi hari. Mengharap tawamu berlari menyapaku di sore (atau malam?) hari. Dan… menata hati agar tak cemburu pada setiap gelak tawamu yang bukan untukku.

Untuk apa aku pergi? Untuk siapa? Untukmu kah? Untukku kah? Aku tak pernah benar-benar tahu seperti aku tak pernah tahu seperti apa masa depan. Ah, apakah pergi adalah yang terbaik? Ataukah tinggal? Yang aku tahu, aku telah berserah pada Yang Maha Tahu. Dan ketika kesempatan itu diberikan, maka aku akan menjalaninya sambil berharap ini lah yang terbaik untuk kita.

Tujuh belas bulan, Bintang. Tujuh belas bulan yang mungkin akan segera terlupa oleh lemahnya ingatanmu dan ingatanku. Namun kuharap, itu adalah tujuh belas bulan yang akan selalu mengendap di bawah sadarmu dan bawah sadarku. Mengutas benang tak rapuh antara kau dan aku.

16 comments:

Anonymous said...

tambah besar, tambah pintar ya obin..

jangan lupa, kalo ke bulan ajak om gledi sama aes.. :)

@ bunda, gimana mei pertama? lancar aja khan?

Anonymous said...

bunda kemana? kerja?.....

imponk said...

kenapa tujuh belas ya? heheh..

Sam said...

Bintang sounds very intelligent. Like mother like son. Enjoy the precious toddler time.

dien said...

udah mulai kerja lagi ya Nee ?
Obin pasti ngerti kog, biar awalnya mungkin akan ada sedikit unjuk rasa karena kehilangan teman yg membacakan cerita, menemani makan, menemani tidur, tapi spt org sok bijak bilang, kualitas lebih baik dari kuantitas, benarkah..?
:)

Anonymous said...

Yayang memutuskan "tinggal", bukan berarti yang "pergi" tidak cinta... ini contohnya ;)

btw, dapat salam dari Mei-mei, "Hayyaah" :P

The Diva said...

Mbak Neen, kerja lagi ya? Obin titipin saya aja Mbak, nggak nolak lho. Nanti saya ajak keliling Jerman, ke Disneyland Paris, hehehehe.
Bunda kok nggak posting foto terbaru Obin? Yang di blog udah lama, yg sekarang pasti lebih lucu lagi. Liat dong Bunda...

Wacky Serenade said...

bunda,
time flies real fast,
let's treasure it while we still can.

Anonymous said...

Neenoy,
wah kembali kerja ya? gue masih engga berani mikirinnya. Engga tega, apalagi I'm the only caregiver he knows. Ya entah deh nantinya gimana. Ternyata udah 17 bulan ya sejak terakhir ketemu...how time flies. - debby-

Anonymous said...

he will understand, like I finally understand why my mom was only there in the morning and afternoon (evening ?), and now I become like her..
wish you all the best

intan
www.alamsyah.net/lamaman

dy said...

it's a lovely, lovely post... (speechless), hugs for obin :)

axlandra said...

setidaknya ... suatu hari obin akan menyimak tulisan ini, dan dia akan terkenang lagi. Mengenang kasih bunda tiada tara.

Percaya nggak noy, ... sekarang dylan sudah 17 bulan, dan selama itu tak pernah aku berpisah darinya ... sama ya:)

Hani said...

apapun yang bunda lakukan, bunda tetep sayang obin kok...ya nggak bunda.

btw, apa kabar bunda? belon nulis cerpen lagi :)

eyi said...

aduuh.. jadi terharu.. Hiks hiks..

Lili said...

Noy, Fawwaz mengundurkan diri dari Sekolah Alam. Bintang dipanggil gak? Mudah2an Bintang yg masuk yah?

Lili said...

Alhamdulillah kalau begitu, muadh2an Bintang bisa satu sekolah sama sepupu2-nya yah, aamiin.

Insya Allah terusin di Bayi Gemes dulu. Habis gak bisa dipaksakan. fawwaznya nangis terus kalau mau ke sekolah Alam. terus hari terakhir tidak mau masuk, then aku tanyakan ke Fawwaz. Maunya sekolah di mana...dia jawab. maunya di bayi Gemes saja. katanya sambil berkaca2.

yah tidak bisa aku paksakan. Bahkan sampai Aku dan suami Istiqoroh, tetap saja belum ada jawaban. Sepertinya sekolah tidak bisa dipaksakan sama anak2, biarpun dia masih Balita, Fawwaz sudah bisa memilih.

Yah sudah, mungkin Allah berkehendak lain. Jadinya kami mengundurkan diri.

Salam yah untuk Bintang.