Berlaku sama kah?

Lucu.

Baru saja dirimu memutuskan untuk membebaskan diri dari perasaan harus tetap meneruskan blog-mu. Membebaskan diri dari kekang idealisme-ngeblog yang (tentu) kamu ciptakan sendiri. Baru saja...

dan kini kamu seperti mendapatkan semangat baru untuk meneruskannya...

Lucu.


***

Hmmm... for a second thought...

Bermain-main dengan kata: Mencoba mengganti setiap kata "blog/ ngeblog" pada kalimat-kalimat di atas dengan kata-kata lain. Tugas. Tanggung-jawab. Pekerjaan. Relation-ship. Perkawinan. Hmmm... Kata apa saja. Cinta. Mimpi. Hidup...

Berlaku sama kah?

sungai, jembatan, dan gerbang

Akan kuceritakan sebuah dongeng...

ada seseorang yang tinggal di tepi sebuah sungai yang lebar. keinginan terbesarnya adalah untuk pergi menyeberangi sungai, melihat dengan mata kepalanya sendiri sisi lain dari sungai yang ia telah kenal sejak ia lahir.

ada sebuah jembatan yang menyeberangi sungai itu. namun pada jembatan itu ada sebuah gerbang. gerbang itu tidak dijaga oleh siapa pun. tidak juga memiliki kunci atau palang perintang. namun gerbang itu tak pernah terbuka untuk dirinya. ya, ia pernah melihat gerbang itu terbuka, dan beberapa orang telah melewatinya, dari ke dua sisinya.

ia sendiri, telah beberapa kali mencoba dan gagal. gerbang itu tak pernah bisa dibuka olehnya, bahkan dengan mendorongnya, mencongkelnya, dan berbagai usaha paksa lainnya. tidak bisa juga ia mencoba menyelinap ketika orang lain melaluinya.

setelah beberapa kali mencoba dan gagal, ia mulai melupakannya. terkadang ia benar-benar lupa akan keinginannya itu. namun kadang ia teringat kembali dan menghabiskan waktu luangnya untuk duduk di tepi sungai. memandangi jembatan sambil berharap gerbang penutupnya akan terbuka untuk dirinya.

suatu hari, ia kembali teringat keinginannya itu, namun dilihatnya gerbang tidak juga terbuka untuknya. ia memicingkan mata, berusaha memandang ke seberang sungai. keinginannya sangat besar. ia putuskan akan menyeberangi sungai dengan segala upaya. bila gerbang tidak juga terbuka dan jembatan itu tak bisa dilaluinya, ia akan mencari jalan lain. ia putuskan untuk berjalan menyusuri sungai mencari cara lain untuk menyeberanginya. mungkin saja nanti akan kutemukan jembatan yang lain atau mungkin sebuah sampan, pikirnya. ia pun mulai melangkah.

belum jauh ia melangkah menyusuri sungai, didengarnya suara gerbang berderik. ia menoleh. dilihatnya pintu gerbang yang menutup jembatan itu terbuka. tak ada orang lain di dekat situ. hanya ada dirinya sendiri....


Telah kuceritakan sebuah dongeng. Setiap orang mungkin akan 'membaca' dengan caranya sendiri. Seperti juga 'membaca' makna sebuah peristiwa.

Lingkaran



Minggu lalu kami berdua mengajak Obin menghadiri acara ulang tahun putra teman kami. Di sana, saya bertemu beberapa teman lama. Masing-masing telah membawa putra-putri mereka. Terasa lucu. Beberapa belas tahun lalu, kami hanyalah remaja-remaja berseragam putih abu-abu. Saat itu sungguh tidak terbayangkan bahwa belasan tahun mendatang kami semua akan menjadi orang-tua yang mengantar anaknya menghadiri ulang tahun anak teman...

Sambil menyaksikan anak-anak kecil itu bermain bola-bola atau balon, saya tidak bisa tidak jadi berpikir... how time flies... (klise, hehehe).

Dalam perjalanan pulang, masih dengan rasa takjub yang agak aneh, saya jadi teringat percakapan selintas dengan seorang teman yang lain. Kali ini tidak terjadi belasan tahun yang lalu. Hanya sekitar sepuluh tahun yang lalu...

---

Teman: Kenapa sih, semua orang harus hidup dalam pola yang begitu-begitu aja.

Gimana?

Teman: Ya, begitu... lahir, gede harus sekolah, kuliah, kerja, kawin, punya anak, dst..

*saya diam, menunggu kemana arah pembicaraan selanjutnya*

Teman: Kepikiran gak sih, kalau hidup itu mungkin gak mesti seperti itu?

Saya saat itu pun, tidak terlalu punya jiwa "ingin menentang segala kemapanan". Setidaknya dalam tingkatan yang jauh lebih rendah dari teman saya itu. Jadi saya tidak menjawab pertanyaan (atau pernyataan) -nya. Sebenarnya sih juga karena saya tidak tahu apa jawabannya.

---

Dalam perjalanan pulang dari acara ulang tahun anak seorang teman, saya jadi teringat percakapan itu. Sekarang saya tahu apa jawabannya. Setidaknya jawaban yang saya percaya berlaku untuk diri saya sendiri.

Saya... hanyalah setetes air yang tunduk pada siklusnya. Demi berlangsungnya kehidupan. Demi keberadaan dirinya sendiri.

Sebuah titik yang tunduk pada lingkaran kehidupan.