Lagi Jauh

hihihi... akhirnya bisa ke warnet juga.
syusah nih di sini nginternetnya :(

oya, menjelang ramadhan. maafin gw ya.
selamat menunaikan ibadah puasa semua....
it's time for me to go now
only for a week, a month, or more... who knows?
all i know, i will miss my lil' star, so much
and i will miss you too...

Ulang Tahun Ninik yang ke-10




Namaku Ninik. Aku belum lama ini ulang-tahun yang ke sepuluh. Ulang-tahunku kali ini sangat berkesan. Karena diadakan di tempat yang lain dari pada yang lain.

Tahun lalu ulang-tahunku diadakan di rumah, mengundang teman-teman dari sekolah. Tapi tahun ini, ibu memberi usul agar ulang tahunku diadakan di YPAC saja. Teman-teman tahukan apa YPAC itu? Itu singkatan dari yayasan pendidikan anak cacat. Aku sih setuju aja dengan usulnya Ibu.

Ketika hari ulang-tahunku tiba, pulang sekolah aku bersama Ibu pergi ke YPAC itu. Kami juga membawa makanan, kue-kue, minuman, dan hadiah-hadiah kecil. Sehari sebelumnya Ibu sudah menyiapkan semuanya, juga permen dan kue yang dimasukkan ke kantong-kantong plastik kecil yang dihias dengan pita. Aku juga ikut membantu menyiapkannya.

Anak-anak di YPAC itu awalnya agak malu-malu. Mereka hanya duduk di kursi yang disusun melingkar. Mereka cacatnya macam-macam, ada yang cacat kakinya dan duduk di kursi roda. Ada yang buta, ada yang bisu, tuli, dan ada juga yang kelihatan kurang pintar.

Ada seorang anak yang kelihatan berbeda. Anak itu sebaya denganku. Tapi yang aneh dari anak ini, yaitu ia tidak punya rambut sama sekali. Bukan kepalanya saja yang tidak ada rambut. Tapi ia juga tidak punya alis. Aku gak tahu kenapa, tapi kayaknya memang dari lahir ia gak punya rambut. Anak ini juga ngomongnya agak gagu, suaranya gak jelas. Mungkin dia juga bisu. Tapi anak ini kelihatan berbeda karena ia paling bersemangat di antara yang lainnya.

Lama-lama anak-anak itu mulai kelihatan tidak malu-malu lagi. Ada yang menyumbang puisi, ada yang menyumbangkan lagu untukku. Ada juga yang memimpin doa sebelum makan. Yang paling berkesan buatku yaitu waktu acara menyanyi bersama. Mereka semua menyanyikan lagu “selamat ulang-tahun” untukku. Padahal mereka banyak yang gagu. Tetapi mereka menyanyikan lagu itu dengan bersemangat sekali. Walaupun kata-kata yang mereka nyanyikan tidak jelas, tapi mereka menyanyi dengan sungguh-sungguh. Aku jadi mau menangis melihat mereka bernyanyi seperti itu.

Ibu, terimakasih ya sudah mengajakku merayakan ulang-tahun di YPAC.

Cerita ini ditulis kembali -- berdasarkan ingatan yang terbatas -- dari tulisan seorang gadis kecil bernama Ninik dua puluh tahun yang lalu. Tidak terasa waktu demikian cepat berlalu…

SATU HARI DI SEKOLAH ALAM

Sebelum jadi terlalu basi, sekarang gw mau cerita tentang open-house Sekolah Alam, tanggal 27 September yg lalu. Ini sebenernya sih bukan cerita open-house SA, lebih tepatnya cerita satu hari main-mainnya gw dan Obin di SA. Ya, bisa dibilang piknik keluarga, deh. Soalnya selain ketemu Shanty, di sana juga gw ketemu Uwin (my big bro) sama istri dan kucrilnya, Rhea dan Raihan. Juga dipastikan ketemu Luthfi dan Rafi, kucrilnya Itoy (my sister), yang memang sekolah di sana. Apalagi namanya kalau bukan piknik keluarga, ya kan?


---

Sabtu pagi itu, gw memasuki pintu gerbang Sekolah Alam yang terbuat dari bambu bersama Obin dan si Mbak. Ini sebenarnya buka kali pertama gw menginjak Sekolah Alam, setelah mereka menempati lokasi barunya di Jalan Anda, Ciganjur, sekitar 2 tahun yang lalu. Pertama kali gw ke sini adalah Agustus lalu. Cuma saat itu gw datang malam hari, ikut nebeng anak-anak murid yg datang menginap, untuk mengamati Mars dengan teropong bintang. Waktu itu, karena gelap, tentu aja gak banyak detail SA yang bisa gw lihat. Karenanya, Sabtu pagi itu, dengan berbekal sepotong denah SA, kami siap mengeksplor semua sudut SA. Lagipula sesuai saran Itoy, gw gak perlu ikut acara penjelasan mengenai SA (soalnya untuk yg satu ini gw bisa kapan aja tanya ke dia. Gitu kan sis maksudmu?)

Alami. Kesan gw masih tetap sama seperti saat pertama kali gw melihat SA di lokasinya yang dulu. Hanya saja sekarang lahannya datar, gak ada lagi tebing curam yang memisahkan bagian penerima dengan bagian utama sekolah. Kini yang tampak adalah lapangan rumput yang cukup luas, dengan jalan setapak melintasinya, dikelilingi pepohonan dan bangunan-bangunan dari kayu. Sekolah itu juga dilengkapi dengan sebuah empang kecil, sebuah rumah ikan, beberapa petak kebun sayur yang penuh dengan cabe dan terong yang menggelantung. Ada akuarium kura-kura di dekat kebun cabe, lalu ada juga kandang kelinci, kandang ayam, dan kambing.

Rumah Pohon

Misi gw kali ini adalah melihat rumah pohon, yg ternyata gak digambar di peta itu. Setelah tanya-tanya, ternyata rumah pohon itu ada di pojok belakang sekolah. Kami melewati beberapa saung 'kelas', berupa rumah panggung yang terbuka, tanpa dinding. Masing-masing saung terdiri dari dua lantai, untuk dua kelas. Saung-saung itu ditata mengelilingi sebuah lapangan pasir yg lebih besar dari lapangan bulu-tangkis, yang rupanya selain dipergunakan sebagai area bermain pasir, juga dipergunakan sebagai teater terbuka bagi anak-anak.

Akhirnya gw ketemu juga dengan rumah pohon impian gw ;p. Wah... ternyata lebih hebat dari yg ada di angan-angan gw, soalnya bukan hanya dilengkapi tangga tali, tapi juga rumah pohonnya ada dua yang terhubung dengan sebuah jembatan tali. Wahhh... keren deh pokoknya. Tapi kok ya tinggi bener? Sekitar 7 meter (?) Nyali gw mendadak ciut. Apalagi setelah gw ngejajal naik tangga talinya... ternyata tidak semudah yg gw bayangkan. Akhirnya, gw putuskan untuk jalan-jalan lagi dulu, sambil mengumpulkan keberanian.

Singkat cerita deh, akhirnya gw balik lagi ke rumah pohon ini. Akhirnya berhasil naik dengan bantuan my big bro yg megangin tangga talinya (kalo gak dipegangin tangganya melintir melulu :p). Gw naik berdua dengan keponakan gw, Rhea, 9 th. Lihat fotonya deh, itu gw dan sang keponakan. Gak kelihatan beda jauh kan kita berdua? Ya kan?



Rumah Pare dan Panen Terong

Rumah pare ini adalah jalaran tanaman pare yang membentuk persis sebuah rumah-rumahan, orang dewasa juga bisa masuk walaupun perlu menunduk di dalamnya. Obin seneng banget ngelihatnya, dia sibuk keluar masuk, keluar masuk, dan main cilukba ama gw.

Waktu kita lagi lihat rumah pare ini, ada seorang anak yang ngomong, "Bu, mau beli terong gak? Udah waktunya dipanen. Boleh petik langsung dari pohonnya, kok." Gw lihat ke kiri-kanan, gak ada orang lain deket-deket situ. Ups, pasti 'ibu' yg di maksud itu gw... hehe... suka lupa kalo gw tuh emang udah ibu-ibu :p Akhirnya gw dan Obin, memetik terong. Yang metik gw sih, tapi Obin sibuk mondar-mandir ngasih terong hasil panennya ke si 'kakak penjual terong'. Gw geli dan sekaligus terharu waktu ngelihat anak itu sibuk mencongak berapa uang yang perlu dia kembalikan ke gw. Seorang ibu guru yang mendampingi, terlihat sabar sekali menunggu si anak sampai sukses menghitungnya sendiri. Hebat, Bu Guru! Kalo gw udah gak sabar kali ya ngasih bantuan jawaban.

Flying Fox

Sejak pagi, kita udah disuguhi atraksi kebolehan anak-anak SA ber’flying-fox, cewek maupun cowok. Mereka meluncur dengan tali dari atas pohon kelapa yg hehe.. tinggi banget menurut gw. Siangnya, dibuka kesempatan untuk umum. Wih… gw ama Shanty tadinya udah mau ikut, gak mau kalah sama anak-anak itu dong. Tapi kita berdua keasikan ngebakso dan ‘flying-fox’ nya keburu ‘ditutup’.


Seandainya

Ya, kurang lebih gitu deh satu hari di SA-nya. Kita juga nonton pertunjukan anak-anak SA; story telling, short drama, baca puisi, dll. Terus ada juga anak-anak SA yang jualan pernak-pernik hasil karya mereka, jualan kue dan sirup. Hihihi.. lucu deh lihat mereka. Masak ada bapak-bapak ngasih uang lima ribu untuk beli sirup seribu, eh uang kembaliannya dikasih lagi lima ribu. Namanya juga baru belajar ya, dek..

Obin sendiri sibuk lari-lari. Dan begitu dia lihat ada lapangan pasir, langsung napsu pengen main pasir, walaupun siangnya lumayan terik. Berasa di rumah sendiri ya, Bin?

Walaupun gw gak bisa banyak cerita tentang ‘program pendidikan’ di SA, dari cerita gw ketahuan kan kira-kira gimana kesan gw tentang SA? Kalau saja gw masih umuran TK atau SD, pasti deh gw memohon-mohon sama ortu buat di sekolahin di situ.. hehehe…

***

UPDATE

Buat yang mau tahu lebih banyak tentang Sekolah Alam, sangat dianjurkan untuk datang melihat sendiri sekolahnya.

SEKOLAH ALAM
Jl. Anda 7X, Ciganjur, Jakarta Selatan,
Indonesia Telp. +62-21-78881659


Atau bisa hubungi Ibu Yalti - Telp. +62-21-70726725

Mampir juga ke Blog Sekolah Alam yang dibuat oleh salah satu orang-tua murid.

Happy Belated Birthday, My Bloggie



TERNYATA, dua hari yang lalu, 8 Oktober, adalah ulang-tahun pertamanya Waterflow. He.. he... maaf ya blog, gak diinget hari ulang-tahunnya. :)

Sebenarnya sih, blognya Obin yang lahir lebih dulu. Waktu itu niatnya sih bikin semacam website iseng aja buat Obin. Karena gak ngerti tetek-bengek html, browsing deh saya, nyari-nyari template gratisan. Eh... gak sengaja ketemu makhluk sejenis blog, yang merujuk ke Blogger. Akhirnya jadilah blognya Obin di bulan September 2002 lalu.

Dari Blogskins, saya nemu blognya Okke, dan kemudian nemu blognya bapak blog Indonesia ini. Dari dua blog ini, saya mulai ngebaca blog-blog lain yang seru-seru. Akhirnya bundanya Obin ini jadi pengen punya blog sendiri juga deh... hehehe...

Waterflow, cuma pernah ganti wajah sekali aja, dari [waterflow] ke [waterflow] perahu-kertas seperti yang sekarang ini. Yang punya males sih (dan juga gap-blog, gagap blog). Sejak posting pertama sampai posting ini, jumlah entry adalah 91, berarti rata-rata 1-2 posting per minggu. Yah... lumayanlah... emang jangan pernah berharap saya sanggup posting tiap hari :P

Terus gimana nih sekarang? Bosen? Hm... agak. Eh gak juga sih. Cuma udah mulai kehabisan cerita aja... :D

Pangeran Kecil

Entah apa yang tiba-tiba menggerakkan saya Sabtu siang kemarin, untuk tidak langsung pulang ke rumah. Sepulang dari kantor, tengah hari, tiba-tiba di jalan saya ingin pergi ke sebuah toko buku besar yang sudah lama tidak saya kunjungi. Akhir-akhir ini bila ingin beli buku, paling-paling saya membelinya di toko buku di belakang kantor, atau kadang-kadang iseng ke TIM. Tapi kemarin itu, tiba-tiba saya ingin ke sana.

Eh... tahunya di sana saya ketemu terjemahan Indonesia dari buku The Little Prince. Hore!!! Bukan yang terbitan jaman dulu itu sih (terbitan Pustaka Jaya, 1979). Tepatnya ini terbitan baru (September 2003). Setelah menerbitkan ulang Totto Chan, Gramedia sekarang menerbitkan juga buku Pangeran Kecil ini. Sip lah! Buku-buku bagus gini memang pantas (malah sudah seharusnya) diterbitkan kembali. ... Hm, belum sempat baca 'kembali' semuanya. Tapi saya suka banget, soalnya bukunya dilengkapi juga dengan ilustrasi-ilustrasi berwarnanya Antoine De Saint-Exupery (walau ada juga yg hitam putih) -- gak kayak paperback yang saya punya selama ini, yang hitam-putih aja.

UPDATE

Sedikit dari beberapa kutipan yang saya sukai, percakapan antara rubah dan Pangeran Kecil :


"Apa artinya 'menjinakkan'?" (tanya Pangeran Kecil)

"Sesuatu yang sering diabaikan," kata si rubah. "Artinya 'menciptakan ikatan'."

"Menciptakan ikatan?"

"Tepat," kata si rubah. "Bagiku, kau sekarang hanyalah seorang anak laki-laki kecil, sama seperti seratus ribu anak laki-laki lainnya. Dan aku tak membutuhkanmu. Dan kau juga tak membutuhkan aku. Aku hanyalah seekor rubah seperti seratus ribu rubah lainnya. Tetapi jika kau menjinakkanku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku, kau akan unik di dunia ini. Bagimu, aku akan unik di dunia ini."

...

"Hidupku sangat datar. Aku memburu ayam-ayam, manusia memburuku. Semua ayam itu sama, semua manusia itu sama. Akibatnya aku agak bosan. Tetapi jika kau menjinakkan aku, hari-hariku akan jadi seperti dipenuhi sinar matahari. Aku akan mengenali bunyi langkah kaki yang berbeda daripada bunyi langkah kaki lainnya. Langkah-langkah kaki lain akan membuatku melarikan diri ke dalam lubangku di tanah. Langkah kakimu akan memangilku ke luar, seperti musik. Lagipula, lihat di sana itu. Kaulihat ladang jagung itu? Nah, aku tak makan roti. Jagung tak ada gunanya bagiku. Ladang jagung tak mengingatkanku pada apa pun. Itu menyedihkan. Sebaliknya, rambutmu berwarna emas. Jadi bayangkan, betapa menyenangkannya jika kau telah menjinakkanku. Jagung yang keemasan, akan mengingatku kepadamu. Dan aku akan menyukai desau angin di ladang jagung..."


Gajah Sirkus

Tahukah kamu bagaimana seorang pawang dapat mengendalikan dan menguasai seekor gajah yang tubuhnya berkali-lipat besarnya dari tubuh si pawang? Saya mengetahuinya dari sebuah buku novel. Sejak masih muda dan kecil, seekor calon gajah sirkus telah dibiasakan untuk diikat kakinya dengan sebuah rantai pada gelondongan kayu. Gajah kecil itu akan berusaha membebaskan diri, namun ia tidak akan mampu. Seiring berjalannya waktu, ketika gajah itu tumbuh menjadi sangat besar dan [harusnya] juga sangat kuat, kakinya hanya perlu diikat dan ditambatkan -- bahkan pada sekedar ranting -- agar tidak mencoba untuk berontak. ‘Pikiran’ gajah itu yang sudah dikendalikan, bahwa ia tidak akan bisa bebas manakala kakinya terikat.

---

Cerita tentang gajah inilah yang terlintas di benak saya ketika membaca cerita mengenai Tisa (Transisi Tisa) dari buku Sekolah Impian – sekolah yang membebaskan**. Gadis kecil ini telah duduk di kelas empat SD ketika dipindahkan dari sekolah ‘konvensional’ ke Sekolah Alam. Ia pindah bukan karena dianggap anak yang ‘bermasalah’ di sekolah lamanya, seperti kebanyakan cerita lain mengenai kepindahan ke sekolah alam di buku itu. Pada cerita tentang Tisa ini, sang adik dikisahkan telah lebih dulu mengecap SA. Tisa dipindahkan ke SA, karena orangtuanya merasa melihat hal positif pada sekolah adiknya tersebut.

Namun, orangtuanya mau tidak mau terkejut ketika kemudian melihat penolakan dari Tisa. Tiap sore orangtuanya dibombardir dengan keluhan, “Yah, mengapa Kakak harus sekolah di Sekolah Alam…? Kakak merasa tertekan, Ayah.” Di sekolah, menurut keterangan gurunya, Tisa selalu bolak-balik minta izin ke belakang, bahkan sering tidak balik ke saung-kelasnya untuk nongkrong di saung-kelas adiknya.

Rupanya waktu tiga tahun yang telah Tisa habiskan di sekolah dengan gedung, meja-kursi, dan seragam telah membuatnya justru tidak nyaman dengan segala kebebasan baru yang ada di SA -– sekolah yang menyenangkan menurut pengakuan murid dan orang tua murid umumnya. Padahal sekolah lamanya bukan sekedar ‘mengekang’ dalam pengertian atribut fisik itu saja, tapi juga mengekang ide, kreativitas, kebebasan berpikir seorang anak. Sekolah lamanya adalah sekolah konvensional yang menuntut ‘hanya satu jawaban benar, adalah salah jika kamu memilih semua jawaban’ dari pertanyaan seperti: “Budi menolong seorang ibu yang terjatuh di jalan, maka Budi adalah anak yang: a. Baik; b. Sopan; c. Suka menolong; d. Rajin”…

Bukan hanya orang tuanya yang terkejut. Saya pun terpana membaca ceritanya dan serta-merta teringat kisah gajah sirkus tersebut. Namun Tisa bukan lah ‘gajah’ pasti. Ia pun akhirnya berhasil melewati masa adaptasinya, dan menemukan kegembiraan pada hari-harinya di SA, seperti yang dirasakan adiknya.

---

Cerita Tisa tidak berkhir sama dengan cerita gajah sirkus. Mungkin juga karena belum terlalu lama ia ‘dirantai’ kebebasannya. Cuma saya jadi merinding membayangkan bagaimana jika belenggu itu berlangsung sepanjang 12 tahun dari hidup seseorang atau bahkan 17 tahun? Selama lima-ribu-seratus hari sekolah?

Menengok ke masa lalu saya, melihat diri saya kini -- yang bahkan masih juga tidak punya keberanian untuk membebaskan diri dari sistem yang saya rasa 'amat-tidak-menyenangkan'; tiba-tiba saya merasa bahwa saya lah ‘gajah sirkus’ itu.


**Buku “Sekolah Impian – sekolah yang membebaskan” adalah buku kumpulan kisah-kisah dari Sekolah Alam. Saya sebenarnya berniat terlebih dahulu menulis review buku ini, juga cerita mengenai acara open-house kemarin itu (eh … saya ketemu Shanty lo…). Tapi yang jadi duluan malah cerita yang ini. Review buku dan open-housenya menyusul deh. Tapi gak janji ya :p


UPDATE:

Bagi yang mau tahu lebih banyak tentang SA, bisa lihat brosur-brosur berikut ini:
(mohon klik kanan dan Save Target As)
- Brosur SA
- Brosur SA inside
- Green Lab SA
- Green Lab SA inside
- Peta Lokasi SA